32. Balasan Telak

341 89 179
                                    

Terlelap dalam alam bawah sadar yang berkepanjangan membuat neneknya keheranan sang cucu tidur seperti raga yang tak bernyawa. Sasmita, si wanita tua masih bugar tanpa tongkat menopang tubuhnya geleng kepala mengamati Aksa. Cowok itu tidur semalaman di sofa masih memakai pakaian tahanan penjara. Kondisi badan belum mandi, sedikit mengganggu indera penciuman Sasmita. Wajah Aksa kusam dan berminyak, tatanan rambut berantakan, dengkuran keras dan mulut menganga, siapa bilang orang tampan tidak memiliki itu? Aksa juga bisa ileran, mendengkur, bau badan dan sekacau itu. Ya, dia juga manusia normal yang terkadang ada saatnya dia tidak sesempurna yang orang lihat.

"Oma, kenapa?" Em baru turun dari lantai atas sudah siap dengan pakaian kantornya.

"Itu." Sasmita menunjuk ke arah Aksa. "Dia cucu oma bukan, Em? mata oma gak salah lihat kan, Em? Cucu oma kan ganteng, itu kok kaya gembel, sih."

Em mendekati sofa. Dia memperhatikan wajah Aksa yang masih tidur. "Dari setiap inci mukanya sih, ini emang Aksa, oma."

Sedetik kemudian Em mengerutkan hidung dan langsung menjauh dari tubuh Aksa yang sedang mengeluarkan bau tak sedap. "Eumhhhh... bau banget sih, dia!" Em menjepit hidungnya seraya pura-pura muntah sok dramatis.

"Ya ampun, ini kenapa Aksa tidur di sofa?" Monic bersama Felix baru tiba di bawah. Mereka semua terkejut, pertama kalinya menemukan Dewa Tampan kebanggaan rumah dalam kondisi tidak terurus.

"Aksa?! Nak, ayo bangun udah siang, sayang." Monic mengguncang bahu Aksa pelan walau dia harus menahan bau kurang enak menyengat hidungnya.

Kedua mata Aksa terbuka menarik napas dalam dan memperbaiki posisinya menjadi duduk.

"Kamu kenapa masih pake baju tahanan itu, Aksa?! Apa kamu gak mandi, hah?! kamu itu anak Felix Biru, Aksa! kamu harus rapi, gimana kalau temen papa atau kolega papa ada yang ke rumah dan liat kamu seperti ini, hm? mau malu-maluin papa?!" Felix tak bisa menahan dirinya mengomeli Aksa pagi hari di depan semua orang rumah. Sedangkan Aksa, dia sama sekali tak terpengaruh dan lebih memilih menutup telinga daripada mendengar ocehan papa-nya.

"Udah, kak. Jangan ngomel mulu, Em juga pusing dengernya kalau kakak nyerocos kaya gitu." Em bukan bela Aksa,tapi memang kakaknya Felix itu menyebalkan, selalu membanggakan nama diri sendiri, nama besar Biru, harta dan jabatannya.

"Sayang, kamu gak sekolah?" Sasmita bertanya duduk di sebelah Aksa.

"Ngapain sekolah, oma? Sekolah gak bikin Aksa kaya, mending ngerampok perusahaan papa." Aksa melirik Felix. Kalau Felix mengusik dirinya, Aksa akan membalas dengan memancing emosi papa-nya agar meledak dan membuat pria itu sangat jengkel padanya. Menjadi suatu kesenangan tersendiri bagi Aksa mempermainkan emosi papa-nya.

"Aksa?!" Felix naik pitam.

"Oma, muka anak oma ini pasaran banget ya. Kemarin, Aksa liat orang gila mirip papa loh, oma." Aksa melihat reaksi Felix matanya berkilat tajam padanya.

"Aksa?! Kamu samain papa sama orang gila, hah?!"

"Emang kenapa? Papa kan orang gila, cuma belum di akui aja sama rumah sakit jiwa." Aksa memasang muka tengilnya seraya tertawa bernada ejekan.

"Kamu ini, Aksa!" Felix hendak maju selangkah mengangkat tangannya memukul Aksa, tapi pergerakannya tertahan lihat Aksa bangkit berdiri dari sofa.

"Suka marah-marah adalah ciri-ciri orang sudah gila. Liat, kan? Si Felix ini udah sinting, miring, gelo!" Aksa sedikit membungkukan punggung, mencondongkan wajah sambil menaruh telunjuk miring di kening menertawai Felix.

"Aksa! jangan kaya gitu sama papa." Monic menarik lengan Aksa.

Derum motor sangat nyaring diselingi bunyi klakson memekakan telinga berasal dari depan rumah. Pak Yus, Satpam kediaman Biru masuk ke dalam rumah tergesa-gesa sampai tak sengaja menyandung ujung pintu dan hampir terhuyung jatuh. "Adennn, ada geng motor temen aden."

BAHURAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang