23. Beach Love & War (2)

402 107 184
                                    

Dibutuhkan beberapa menit baginya untuk mengendalikan diri. Sepanjang jalan sepulang dari rumah Yasmin, Megan mengumpat dan memaki. Bagaimana tidak, dia kembali membawa kekecewaan karena gadis itu pergi bersama Aksa ke pantai ratu. Megan tau soal kegiatan Panthera di sana, termasuk misi rahasia menyatukan Aksa dengan Yasmin. Tak sulit bagi seorang Megan Argantara Fayes memperoleh informasi. Seseorang telah menjadi cepu, dia datang mengharapkan imbalan 5 juta sekali informasi itu bocor ke tangannya.

Megan meredam amarahnya berjalan melewati pintu rumah yang dibukakan pelayan. Dia melihat perempuan itu menuruni anak tangga. Sudah beberapa minggu tak melihatnya di rumah, Megan merasa rumah besarnya hidup kembali saat Monic ada. "Ma, kita makan siang bareng di luar yuk? udah lama kit---"

"Gak bisa, mama harus pulang ke rumah papa kamu." Monic menyerahkan tasnya ke asisten pribadi merapikan sedikit gaunnya yang kusut.

"Ma, papa Megan cuma satu. Om Felix bukan papa Megan, dia hanya orang asing."

Tangan Monic berhenti membenarkan tatanan rambutnya. Dia menatap putranya. "Sampe kapan kamu kayak gini? Kamu dan Aksa itu udah jadi sodara, dan sekarang Felix itu papa kamu!"

"Nggak, Ma! Bagi aku, papa aku cuma Juan Arasean Fayes! Dia jauh lebih hebat daripada suami mama yang sekarang." Megan tak bisa menahan diri saat nama-nama itu disebut di rumahnya, dia langsung naik pitam.

"Jaga ucapan kamu! Mama gak suka kamu bersikap kaya gitu." Monic menuding wajah putranya.

"Kenapa, Ma? Oh iya, Megan baru inget kalau ternyata aku itu punya papa doang. Mama yang katanya ibuku, tapi seperti orang asing. Mama selalu berada di rumah keluarga Biru daripada di rumah ini." Sorot matanya menyala-nyala, tertawa sinis pada ibunya.

"Mama kan udah berapa kali bujuk kamu supaya mau tinggal di sana, tapi kamu gak mau kan? Nak, mama selama ini berusaha bagi waktu mama sama kamu, sama Aksa---"

"Nggak, Ma. Mama gak pernah bagi waktu mama buat aku, mama cuma mentingin keluarga Aksa dan hanya Aksa anak mama."

Omong kosong itu tak cukup meyakinkan Megan. Dia malah semakin membenci keluarga Biru setiap detiknya, mereka telah merenggut semua yang ia miliki.

"Udahlah, mama gak mau ribut. Mama harus ke event organizer, bentar lagi Aksa ulang tahun dan mama harus siapin segala sesuatunya dari jauh-jauh hari."

Nada kesal dalam suara Monic memperjelas semuanya. Menurut Megan, dia ibu yang paling jahat di dunia.

Sebelum melangkahkan kakinya keluar dari rumah, Monic kembali menoleh melihat punggung Megan. Dia menarik napas dalam, tentu berat harus berdiri dalam kedilemaan yang sulit ia putuskan.

"Megan, meskipun kamu belum bisa menerima Aksa sebagai sodara kamu---setidaknya kamu harus bersikap baik di hari ulang tahunnya."

Dada Megan terasa sesak, didihan amarah yang meluap menegangkan seluruh urat dibawah rahangnya. Tangannya merampas vas buga di nakas, berbalik badan melayangkan benda itu ke tembok sebelah ibunya berdiri.

Monic tak bereaksi apa pun, dia sama sekali tak terkejut itu sudah hal biasa baginya. Pecahan beling berserakan di lantai, vas hancur itu sama seperti dirinya. Kepingan hatinya walau utuh kembali, tetap saja tidak sama seperti sebelumnya. Goresannya masih membekas, luka tak mudah tuk disembuhkan meski kadang tawa terlukis di bibir namun semuanya hanyalah tipuan.

Mama sayang sama kamu, lebih dari nyawa mama.

▪▪▪▪▪▪▪▪

Langit biru dan panas teriknya yang tak dapat dihindari. Sinarnya membakar kulit, membuat tangannya sedikit kemerahan dan terasa perih. Yasmin mendesah sedikit meringis melihat telapak tangannya yang kotor dan kulit tangan yang tak tertutup lengan kemeja menjadi merah.

BAHURAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang