Tawa keras memecah sunyi. Seluruh rumah dalam keadaan gelap. Jendela kamar tidak ditutup membuat angin menghembuskan gorden putih tipis itu. Rambut Yuli berantakan, wajahnya diselimuti kemarahan dan rasa sakit yang mengubahnya menjadi iblis. Dia menarik salah satu laci dari meja rias, melihat gunting dan silet pisau cukur. "Aku bukan orang jahat, aku ini orang baik yang diganggu orang jahat." Yuli menggeleng megambil benda itu.
Dia lihat Patrio sudah tak lagi bergerak di atas samping ranjang. Mata suaminya itu melotot dan mulutnya terbuka lebar. Sekujur tubuh membiru dan kaku.
Dari tertawa, emosinya sekarang berubah menjadi sedih. Dia menangis menjatuhkan diri di samping mayat Patrio. Yuli memeluk jasad itu. "Aku mencintaimu mas, tapi kamu mengkhianatiku."
*flashback*
Kebaktian Yuli pada suaminya masih tetap berjalan walaupun ia tahu kalau Patrio sudah menodai putrinya. Yuli tak ingin kehilangan sosok suami lagi dalam hidupnya, dia siang ini ke kantor menenteng makan siang kesukaan Patrio.
Perusahaan besar banyak karyawan yang hilir mudik berjumpa dengannya. Yuli hanya mengenali satu atau dua orang dan mereka menyapanya.
Dia masuk ke dalam lift menekan lantai 18. Ada dua pegawai wanita yang sama-sama menuju ke lantai 18. Yuli mengangguk tersenyum ramah pada mereka, begitupun sebaliknya.
"Mau ketemu Pak Patrio ya, mba?"
"Iya, suami saya ada, kan?"
Pegawai blouse putih itu mengangguk kikuk. Mereka saling bertatapan satu sama lain. Yuli mengerutkan dahi, kepanikan melintasi wajah mereka.
Pintu lift terbuka, Yuli melangkah menuju ruangan kerja Patrio. Sepanjang jalan di koridor, dia menyapa semua karyawan.
Sebelum Yuli meraih knop pintu, gagang besi itu bergerak seseorang keluar dari dalam dengan pakaian yang agak berantakan. Baik Yuli maupun Stefani sama-sama tertegun di tempat mereka. Bola netra saling bertukar pandang memandangi penampilan masing-masing.
Satu hal yang Yuli yakini dari perempuan muda itu. Pelakor, entahlah karena Yuli merasakan parfum suaminya menempel di tubuhnya. Mata Yuli sangat jeli lihat bercak merah di leher Stefani dan lipstik di bibirnya luntur.
"Pantas saja, istrinya terlihat seperti nenek. Aku jauh lebih sempit dan enak." Stefani menatap sinis Yuli dan mengibaskan rambutnya pergi dari sana.
"Tunggu,apa kamu dan suami--"
"Aku adalah orang yang selalu ia butuhkan. Kau tidak lihat, tubuhku sangat seksi bukan?"
**Flashback off**
Yuli menjerit, terbayang dalam benaknya tubuh ramping yang di bungkus pakaian ketat dan kaki jenjang Stefani. Pandangan Yuli jatuh pada tangan kaku Patrio, Yuli menggerakan guntingnya. Darah bercipratan di lantai. Iblis telah menguasi dirinya. Dia tak berhenti memotong semua jari-jari Patrio. Tangan kotornya telah menyentuh wanita lain dan juga putrinya. Yuli beralih menusukkan ujung gunting ke perut Patrio, berulang kali dan menyayat habis muka Patrio menggunakan silet sampai tak bisa dikenali.
Bibir Yuli tertawa mengerikan. Darah suaminya sudah cukup membayar tangisan dan sakit hatinya. Dia melempar gunting dan siletnya. Yuli melumuri tangannya dengan darah dari perut Patrio yang sudah robek. Dia usapkan ke wajahya dan memakan darah Patrio.
Bayangan di dalam kamar tak terkunci rapat semakin membuat Nay ketakutan. Dia bisa dengar tawa ibunya, tawanya sama persis ketika kejiwaannya kambuh. Nay bersembunyi di balik tembok ambang pintu mengelokan kepalanya ke dalam dan "AAAAAAAAAAAA..." Nay menjerit lihat kemunculan Yuli bersimbah darah. Dia berlari menuruni anak tangga keluar dari rumah. Yuli mengejar Nay. Kondisi ibunya itu seperti Zombie yang kelaparan, giginya memerah karena darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAHURAKSA
JugendliteraturAlam punya banyak cara mengistimewakan makhluknya. Tanpa terluka dia, kamu ataupun mereka tak akan pernah menemukan arti... semesta hidup karena masalah! Apa sebenarnya yang manusia butuhkan? Masalah yang harus menggunung setinggi krakatau atau masa...