Melalui kaca jendela dia saksikan selang terpasang di tubuh suaminya. Butir bening membasahi kelopak matanya, seharian dia menunggu kabar dari para tenaga medis yang keluar masuk ICU. Berbagai upaya telah mereka lakukan, termasuk operasi beberapa jam lalu.
Sasmita dan Em baru datang kembali ke rumah sakit. Mereka tidak menginap, hanya Monic saja menunggui Felix. Dilihatnya punggung Monic bersender di dinding sambil terisak tangis. "Putraku akan baik-baik saja kan, Em?" tanya Sasmita menitikan air mata duduk di kursi tunggu.
"Ma, percaya sama tuhan. Kak Felix akan baik-baik aja." Em ingin sekali menangis, tapi itu akan semakin membuat ibunya kepikiran Felix. Bisa-bisa darah tingginya kambuh.
Ruang ICU terbuka, 2 dokter dan 3 perawat keluar memakai pakaian medisnya berwarna hijau. Salah satu dokter membuka masker menemui Monic.
"Vin, gimana keadaan suamiku?" Monic kenal dengan Vincent, salah satu temannya yang berprofesi sebagai dokter spesialis neurologi.
"Suami kamu mengalami cidera fatal di bagian kepala. Ada pendarahan di otak suamimu Nic, satu bagian otak bengkak dan itu cukup serius. Pembengkakan bisa menghambat aliran darah dan bisa menyebabkan matinya sel-sel di otak. Bagian paha dan dan tulang kering suamimu juga terbentur cukup keras. Bisa saja dia lumpuh, tapi Dokter Iqbal tadi masih belum memastikan kelumpuhan permanen atau hanya sementara. Dokter Iqbal akan melakukan MRI scan pada persendian kaki suamimu, nanti kalau sudah ada hasil aku kabarin, yah," tutur Vincent berat hati menyampaikan itu.
"Apa anakku akan sembuh?"
Vincent melihat Sasmita, dia duduk di sampingnya meraih tangan keriput Sasmita untuk memberikan kekuatan padanya. Empati, semua keluarga Biru pasti sangat terpukul atas tragedi kecelakaan janggal yang dialami Felix.
"Aku akan berusaha agar anakmu tetap hidup, Bu. Tapi untuk urusan nyawa manusia, itu ada di tangan tuhan.""Kamu belum bisa memastikannya, berarti suamiku akan--"
Vincent menyela ucapan Monic. "Nic, aku tidak mau memberikan harapan apapun. Semua bisa terjadi karena otak organ penting dalam tubuh manusia. Aku akan berusaha untuk menolongnya keluar dari masa kritisnya."
Vincent membuka hair cup medisnya. Tugas beratnya menjadi dokter adalah memperjuangkan hidup pasiennya agar tetap berada di sisi keluarga tercintanya. Dia lihat raut sendu Monic, Sasmita dan Em.
"Dok, tolong sembuhkan kakakku,"lirih Em menahan dokter Vincent pergi.
"Aku akan berusaha." Vincent memberikan senyuman, harapan mereka adalah harapannya juga.
Em menengok Monic setelah kepergian dokter Vincent. "Mba, udah telpon Aksa? kapan dia ke rumah sakit?"
"Gak bisa, Aksa selalu reject." Mata Monic sudah bengkak, kepalanya pening dan terasa berat.
"Durhaka banget tuh anak!" cerca Em emosi.
"Putraku telah menyakiti hati cucuku, Em. Wajar jika dia tidak mau datang ke sini." Sasmita berkata lemah, dia berdiri berjalan ke pintu kamar rawat Felix. "Aku tau ini karmanya. Dia pernah tidak peduli pada seseorang dan tuhan membalasnya dengan begitu pedih."
Monic tertegun, dia teringat sahabatnya Bahira yang meninggal karena Felix memperlakukannya secara tidak layak.
"Tapi ma, bagaimanapun juga kan dia ayahnya. Gimana kalau kak Felix meninggal? pasti dia mau liat Aksa ada di sisinya dong, ma." Em menutup mulutnya, dia takut Monic tersinggung.
"Mba maaf, aku gak maksud."
Hati dan pikirannya sudah semrawut, Monic butuh ketenangan dan itu ia dapatkan dari tuhannya. "Aku akan sembahyang dulu, tolong jaga suamiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
BAHURAKSA
Teen FictionAlam punya banyak cara mengistimewakan makhluknya. Tanpa terluka dia, kamu ataupun mereka tak akan pernah menemukan arti... semesta hidup karena masalah! Apa sebenarnya yang manusia butuhkan? Masalah yang harus menggunung setinggi krakatau atau masa...