65. Otak sinting

303 46 9
                                    

Tanpa bintang yang benderang di atas gelapnya angkasa. Tiupan angin menggoyangkan dahan pohon, gemerisiknya mendominasi markas panujati. Jangkring saling menyahut di balik rumput liar yang tumbuh di sisi jalan. Jalannya berlubang tidak sepenuhnya di aspal, minim penerangan dan cukup jauh dari jalan besar.

Mereka tiba, rombongan motor kasopati yang malang. Malam ini akan menjadi malam yang panjang dan berat, mata mereka tak akan bisa tertutup rapat, terkecuali Aksa membebaskannya dari kehidupan. Maksudnya, jika salah satu diantara mata mereka malam ini ada yang terpejam, maka hari ini adalah hari kematiannya.

Langkah-langkah kaki mereka bergesekan dengan batu kerikil jalan, nyaring dan mengalihkan perhatian anak solidarity 61 yang sudah menunggu.
Tidak semua anak geng solidarity 61 hadir, beberapa orang sengaja Aksa panggil untuk menjaga gadis kesayangannya. Terasa konyol bagi Aksa, secara tidak langsung dia mempercayakan eksekusi pembalasan Kasopati kepada Yasmin. Seorang cewek polos yang bahkan tidak akan bisa melepaskan bogeman kuat di rahang musuh.

"Ada apa nyuruh kita ke sini?" nada santuy dilontarkan Pergoy, ketua geng kasopati yang berkacak pinggang seraya menggulirkan bola mata ke sana kemari. Tegukan ludah terlihat jelas, rasa takut menghantuinya. Muka anak solidarity 61 tak bersahabat, tatapannya bak musuh yang siap meratakan seluruh pasukannya.

"Biasalahh, mau ada santapan besar," ujar Daus, anak Sagas, bibirnya menyeringai tajam.

Pergoy menaikan sebelah alis, perasaan mulai tak karuan, tapi dia harus tetap tenang. Ingat kata pepatah, musuh akan mengetahui kelemahanmu dari rasa takutmu. Tidak! Di hadapannya sekarang bukanlah musuh, Pergoy percaya sekutunya tidak akan menyerang diam-diam.

"Maksud lo, mau ngoplos? kalau gitu gua beli vodka sama ekstrajos tadi," balas Pergoy sedikit tertawa untuk mencairkan suasana yang terasa menegangkan baginya.

Lintang melipat kedua tangan di depan dada, maju selangkah dari posisi yang lainnya langsung berhadapan dengan Pergoy. Menatap satu per satu anak buah Pergoy di baris pertama, Lintang membuang bola matanya sinis. Bohong jika ia tidak marah, sahabat baiknya dipukuli merupakan rasa sakit hati paling dalam. "Boleh gua test pengetahuan anak buah lo?"pinta Lintang pada Pergoy.

Ketua kasopati bingung, dia diam dengan segala persepsi dalam benaknya.

Lintang berjalan di depan mereka, menatap satu per satu dan memberhentikan bola matanya pada salah satu anggota Kasopati. "Lo tau kan Solidarity 61?" tanya Lintang seraya menaikan dagu dan menyorot tajam mata sang lawan.

Tak langsung menjawab, anggota yang ditanya Lintang celengak-celinguk merasa pertanyaan itu tidak perlu dijawab. "Eumh...aneh juga sih abang nanya gitu, ketuanya kan bang Vikar."

Satu alis Adam terangkat, dia ikut maju menunjuk salah seorang di jajaran tengah paling belakang.
"Satu dibagi 12 berapa, boy?!" teriak Adam.

Nada teriakan Adam seperti orang marah membuat cowok kasopati itu pucat pasi. "Du-Dua belas, bang," jawabnya terbata bata.

"Salah!" berang Adam menendang batu kerikil dibawah kakinya.

Adam menunjuk seluruh anak kasopati. "Lu semua tau kenapa salah, hah? 12 orang lawan satu orang, persetan bangsat!"

"Hah?" reaksi ngebug spontan Pergoy makin memperparah gejolak amarah di hati Adam.

Adam melayangkana tendangan keras tepat di perut Pergoy sampai dia terhuyung. "Huh hah hah hah mulu lu jadi ketua! gak becus! goblok! tolol! atur tuh anak buah lu!"

Satu tarikan menyeret Adam mundur. "Udahlah," kata Nigel memohon. Dia melirik Pergoy yang mulai terpancing emosi. Yah, siapa yang tidak marah ditendang tanpa tau penyebabnya.

BAHURAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang