Nay sedikit bimbang soal keputusannya. Dia belum bicara sama sekali, Wika tetap menunggu mengetuk-ngetuk jemarinya di meja menatap wajah Nay.
Mereka beberapa hari ini tidak bertemu lantaran Nay sibuk dengan dirinya dan pengobatan Yuli, sementara Wika pasti dengan jadwal kuliahnya.
"Kenapa? apa ayah kamu masih memaksa buat berhubungan intim?" Wika meraih tangan Nay, setiap bertemu memandang kegetiran di wajah Nay, hatinya meluluh tak bisa tidak peduli.
Jangan lupakan di toilet sekolah. Nay menambah daftar beban di pikirannya. Dia begitu mudah di rayu Dava dan jatuh ke dalam lubang yang sama. Ponsel Nay berdering, sebuah pesan masuk dari Dava.
Dava
Lo dimana?Nay mengabaikan pesan itu. Dia menarik napas panjang, pelupuk matanya menelan air mata dan Wika memperhatikan kegelisahan dan kebingungan itu sedaritadi.
Setelah jeda panjang tidak ada sepatah kata pun terucap di bibir Nay, Wika menangkup wajah Nay dan mengelus pipinya. "Cerita sama aku, kamu kenapa?"
Nay geleng kepala mengatupkan bibirnya.
"Aku ada di sini sampai saat ini buat bantuin kamu, Nay. Ayo bilang, kamu kenapa----"
"Aku hamil, kak."
Napasnya gemetar, matanya membulat sempurna dan seluruh perhatiannya tercurah pada Nay. Bahu Wika jatuh seketika, dia menutup wajahnya sebentar dan ruang dadanya dipenuhi rasa sakit, dia jadi teringat adiknya. Wika membayangkan bagaimana jika Nay itu adalah adiknya, dia pasti sangat hancur. Wika mengepal tangan menggebrak meja.
"Ini gak bisa di diemin, Nay! Ayo lapor polisi, kamu harus jeblosin---"
"Gak ada gunanya, kak! Buat apa,hah?" Tangisan Nay runtuh, air matanya mengalir membasahi pipi. "Buat apa lapor polisi? keadaan gak akan berubah kalau pun mereka di penjara, kak. Yang aku mau bukan menuntut balas, tapi bagaimana cara mempertahankan bayi ini dan menyembuhkan kejiwaan mama, kak."
Wika menyungging senyum terluka. "Terus kamu biarin gitu mereka bebas? Nay, stop! Stop, Nay! Kita harus gerak cepat Nay, gimana kalau mereka tau kamu kaya gini---"
"Aku belum kasih tau siapa pun kecuali kakak."
"Iya, terus gimana kalau misalkan tau, hmm? Mau di apain kamu? pasti mereka bakal nyakitin kamu lagi. Udah deh Nay, kita harus bawa ibu kamu pergi dari rumah! Kamu bisa hidup tenang berdua sama ibu kamu."
"Gak semudah itu, kak. Kata dokter, mama gak boleh tertekan dan gak boleh banyak pikiran. Efek buruknya, dia bakal lakuin hal-hal yang gak diinginkan. Aku gak mau mama terluka, kak. Emosinya suka gak stabil, aku mau mama baik-baik aja."
Sebelum Wika membalasnya dengan perkataan lagi, Nay sudah lebih dulu memohon padanya. "Please kak, tolong ngertiin aku. Aku cuma butuh support dari kakak, walau aku bukan siapa-siapa kakak, tapi kakak harapan aku. Kakak udah terlanjur tau semuanya, aku gak mau ada orang lain yang tau soal ini."
Wika memejamkan matanya meredam amarah yang menggebu. Dia kesal pada situasi sulit ini. Kalau saja ibu Nay sehat, dia bisa pastikan kedua bajingan itu akan merasakan dinginnya lantai penjara.
Olivia menyadari keberadaan seseorang yang sangat ia kenal sedang duduk berdua. Oliv datang bersama kedua temannya ke cafe. Dia menyipitkan mata memastikan wajah itu. Dan dugaannya benar, dia Wika pacar sahabatnya. "Sama siapa si Wika?"
Dengan hati-hati, Olivia melangkah pelan lebih mendekati mereka berdua. Dia mengambil ponsel di dalam tas, membidikan kamera pada Wika dan Nayla. "Em harus tau nih kelakuan cowoknya."
SEND! Pesan terkirim, Em keluar dari ruang rapat setelah menyelesaikan diskusi penangan proyek di Bali bulan depan. Dia membuka pesan chat dari temannya Olivia. Kaki Em berhenti mengayunkan langkah, dia zoom foto cowok berpakaian kemeja kotak itu. "Wika? kamu sama siapa?" Em menggeser ke sebelah kanan, menampilkan seorang gadis lebih muda darinya. "Ihh nyebelin banget dia, gak bilang kalau mau ketemuan sama cewek."
KAMU SEDANG MEMBACA
BAHURAKSA
Teen FictionAlam punya banyak cara mengistimewakan makhluknya. Tanpa terluka dia, kamu ataupun mereka tak akan pernah menemukan arti... semesta hidup karena masalah! Apa sebenarnya yang manusia butuhkan? Masalah yang harus menggunung setinggi krakatau atau masa...