60. Jilat

314 74 5
                                    

Padepokan Danger 6, lebih dikenal di kalangan anggota Solidarity 61 dengan sebutan Black Danger. Tempat pelatihan bela diri itu di urus oleh geng Sagas selaku ketua tertinggi dan pelopor segala macam bela diri, para guru besar juga di padepokan berasal dari geng Sagas.

Tidak hanya punya satu, Solidarity 61 memiliki 6 padepokan selain Danger 6. Di ibaratkan Danger 6 adalah pusatnya, sementara yang lainnya adalah cabang dari Black Danger.

Pertama kali sampai, yang Yasmin lihat adalah gerbang berukiran kayu berwarna coklat dan tulisan DANGER 61 tercetak jelas di papan nama. Penjagaan di pintu masuk hanya dijaga satu orang, seorang lelaki tua beruban memakai sarung kotak-kotak. "Itu Pak Dahman, generasi pertama Colombo yang masih hidup," kata Aksa menyadari tatapan Yasmin pada Pak Dahman.

Setelah melewati gerbang, motor Aksa harus menempuh jalanan aspal sekitar 300 meter sebelum sampai rumah padepokan. Di ruas kiri dan kanan jalan terdapat banyak batu ukiran bentuk singa, tembok tulisan sejarah berdirinya padepokan, pajangan berbagai ular yang di keringkan dalam etalase kaca, kayu-kayu obor yang tak menyala dan Yasmin dikagetkan oleh keberadaan singa asli di sebuah kandang besi besar berwarna hitam. Yasmin mengeratkan pelukannya di perut Aksa, ketakutannya bukan karena singa saja, tapi para manekin tengkorak dibiarkan menumpuk tak terurus.

"Kalau lo pikir itu manekin, sebenarnya ada tulang tengkorak manusia asli yang Bang Vikar taro disitu." Aksa menyeringai melihat tulang rusuk di paling atas tumpukan manekin, sebuah tragedi masa lalu yang brutal tanpa ampun.

"Pulang yu, Yasmin gak mau latihan di sini." Yasmin sudah tak nyaman ketika sampai di parkiran luas banyak kendaraan bermotor, ada sekumpulan laki-laki berjaket NOSTRA berdiri melingkari seseorang.

"Jangan dilihat!" Aksa menutup mata Yasmin, menarik tubuh gadisnya lebih dekat.

"Kak Aksa, itu mereka lagi ngapain?" Yasmin menengadah melihat wajah Aksa.

"Eksekusi."

"Maksudnya?"

Tangan Aksa mengelus kepala Yasmin, dia menyipitkan mata melihat korban eksekusi sudah berdarah-darah dipukuli. "Dia bangunin iblis, gak lama lagi bakal mati."

"Emangnya harus ya dibales kaya gitu? kasihan tau."

"Bukan urusan gue, ayo masuk." Aksa jalan lebih dulu di ekori Yasmin. Mereka berdua melewati sekumpulan orang berjaket Nostra tadi.

"Eh Sa, apa kabar lu?" Salah satu anak Nostra menyapa Aksa, mereka bersalaman tos ala laki.

"Baik."

"Mau ikutan gak bantai orang? nih mangsa kita."

Aksa menengok Yasmin yang menggandeng tangannya ketakutan.
"Nggak, gue mau latihan."

"Kakak semuanya, dosa loh pukulin anak orang nanti masuk neraka," kata Yasmin ngumpet di balik punggung Aksa.

"Siapa nih cewek?" anak Nostra berwajah sangar mendekati Yasmin.

Yasmin menarik jaket Aksa."Kak Aksa jangan ngomong sama iblis, nanti mati."

"Iblis?" Anak Nostra membulatkan mata.

"Iya. Kata kak Aksa tadi, kakak-kakak semua ini iblis." Yasmin menunjuk semua anak Nostra yang menatapnya tajam.

"Yas, yang tadi gue bilang maksudnya bukan kaya gitu!" Aksa menoyor kepala Yasmin, tingkah menyebalkan gadisnya kambuh kembali. Siap-siap bikin malu dirinya.

"Tetep aja kakak semua ini iblis! Gak boleh yah jahat sama orang," tegas Yasmin melihat cowok mukanya bonyok berdarah menyembunyikan wajahnya yang mengerikan.

"Halahhh bacott--" sebelum salah satu anak Nostra merangsek maju, Yasmin buru-buru melepaskan salah satu sepatu pentopel hitamnya di lemparkan ke wajah Didit.

BAHURAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang