9

1.6K 279 2
                                    

Kepala Pengawal terlihat memuntahkan amarahnya. Sebuah kemarahan yang sulit dimengerti oleh gadis sekecil Sophia.

"Ada apa Tuan, kenapa Tuan begitu marah?"

Pertanyaan lugu seorang gadis kecil tidak bisa meredakan kemarahan laki-laki itu.

"Hei, gadis kecil ... ternyata kau berbohong!"

Sophia semakin tidak mengerti kenapa pria berseragam di depannya begitu marah. Mata gadis itu yang sebelumnya berbinar, kini terlihat ketakutan. Terlebih, wajah Kepala Pengawal begitu dekat dengan Sophia.

"Tadi, di ruang makan ... kau terlihat begitu ketakutan ... tapi ... kenapa kali ini kau terlihat begitu biasa saja."

Perlahan, Sophia mulai mengerti alasan kemarahan Kepala Pengawal.

"Itu hal yang wajar, Tuan," Ibu Panti menyela pembicaraan Kepala Pengawal.

"Oh, begitukah?"

"Tentu Tuan. Tadi, dia begitu panik. Sekarang dia sudah merasa ...."

"Terbiasa? Gadis ini sudah terbiasa melihat seekor kalajengking ... dan ... itu artinya kalian memelihara hewan ini ...."

Semua yang menyimak saling lirik satu sama lain. Mereka mulai paham kemana arah pembicaraan Kepala Pengawal. Begitu pula dengan Panca dan Bajra.

"Tuan, tuduhan apa lagi yang anda lontarkan?"

Kepala Pengawal berdiri tegak. Dia memandang lurus ke arah mata Ibu Panti.

Laki-laki itu berjalan pelan ke arah Ibu Panti. Wajahnya itu begitu menekan perasaan. Ibu Panti merasakan itu. Wanita Eropa itu melangkah mundur dan mendekat ke dinding. Punggungnya hampir menyentuh dinding.

"Tuan, bisakah kau menjaga sikap?"

"Menjaga sikap? Kau yang seharusnya menjaga sikap, Nyonya. Apa yang kau rencanakan sungguh licik ... keji."

"Rencana?"

"Kau tidak usah berkelit, Nyonya. Seolah tidak tahu apa yang tengah terjadi. Pantas saja kau begitu bersemangat ketika diberitahu akan ada acara sarapan pagi bersama Tuan Gubernur."

"Tuan, saya sungguh tidak mengerti. Apa yang kau bicarakan?"

"Kau sengaja memesan pot bunga pada Raden Panca, kemudian membuat lubang di dalamnya. Puluhan ekor kalajengking sengaja kau pelihara dalam pot bunga ini. Dan, untuk mengelabui ... kau menanam bunga anggrek di atasnya."

"Tuan, itu hanya kebetulan. Hewan liar itu ...."

"Hewan liar itu sengaja kau datangkan entah darimana. Lalu, sewaktu-waktu kau bisa menggunakannya untuk membunuh Tuan Gubernur!"

Siapa pun yang mendengar penjelasan Kepala Pengawal maka wajar akan merasa seperti disambar geledek. Kaget.

Sebuah kemungkinan yang bisa masuk akal bagi orang yang mendengar. Ketika pasukan Pengawal Gubernur Jenderal sedang menyelidiki kecelakaan yang terjadi pada tuannya, ternyata ada bukti yang sulit dibantah. Sebuah bukti yang cukup untuk menentukan siapa pelaku sebuah kejahatan yang bisa saja merenggut nyawa seorang pemimpin negara.

"Nyonya, kejahatan yang kau lakukan sungguh kejahatan besar! Kau mencoba melawan Pemerintah dengan cara yang ... sungguh rapih."

"Saya tidak melakukan itu, Tuan."

"Sayang, serapi-rapinya kau membungkus bangkai ... baunya tetap akan tercium."

Sophia masih belum mengerti kontruksi sebuah kasus. Hal yang dia mengerti adalah bahwa pengasuhnya sedang tidak baik-baik saja. Ibu Panti sedang ditekan secara mental.

Begitupula Bajra dan Panca yang baru beberapa saat datang ke tempat itu, tidak sepenuhnya mengerti kenapa tiba-tiba Kepala Pengawal bercerita tentang sebuah kasus kejahatan.

Hal yang mereka pahami adalah sikap sekelompok pria berseragam dan bersenjata sedang menggunakan kewenangan mereka untuk menekan seorang wanita. Terlebih, Kepala Pengawal mengatakan sesuatu yang bisa menentukan nasib seorang wanita.

"Prajurit, tangkap wanita ini dan seret dia ke penjara!"

Sontak, semua kaget dengan perintah Kepala Pengawal. Begitu pula Sophia. Gadis itu berlari ke arah Ibu Panti kemudian memeluk erat kedua kakinya.

Semua prajurit yang berdiri di taman kini bergerak gesit menghampiri wanita dewasa satu-satunya di tempat itu. Tangan-tangan kasar prajurit berkulit gelap itu memegang bahu Ibu Panti tanpa belas kasihan. Tidak perlu menodongkan senjata untuk memaksa seorang wanita untuk menyerah. Dia terlihat begitu lemah dibanding prajurit pengawal yang sama-sama marah. Sepertinya pikiran mereka sama dengan pemimpinnya, wanita ini ternyata bukan wanita baik.

"Tuan, atas dasar apa anda menangkap saya?"

"Atas dasar rencana pembunuhan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda!"

Panca dan Dendam SophiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang