32

861 161 1
                                    

Nyonya Margareth berjalan sangat pelan. Bukan karena kehilangan tenaga, tetapi wanita itu sudah kehilangan harapan.

Kaki dan tangannya dirantai. Bajunya begitu lusuh. Keanggunan seorang wanita Eropa sudah tidak tampak lagi di wajahnya. Hanya keriput yang semakin jelas terlihat serta kulit kehitaman di sekitar bola matanya. Dia tampak sangat kurus.

Wanita itu diapit oleh 2 orang polisi bersenjata lengkap. Pedang panjang tergantung di pinggang. Ditambah senapan laras panjang yang siap memuntahkan pelurunya. Aku sudah tidak berdaya, tidak mungkin melarikan diri.

Mata Nyonya Margareth melihat begitu banyak orang. Selain tentara yang berjaga, tampak walikota serta pegawai pemerintah lainnya. Baju putih dan celananya yang masih bersih menandakan jika pekerjaan mereka lebih banyak dilakukan di ruangan tertutup.

"Perhatian! Perhatian!" seorang petugas berseragam biru meminta perhatian.

Pria itu berdiri di atas panggung yang sengaja dibuat khusus untuk pelaksanaan hukuman mati. Panggung setinggi 1 meter serta lebar tidak kurang dari 5 meter. Ketika khalayak sudah memadati alun-alun kota, maka petugas acara hari itu memulai dengan kata-kata sambutan.

"Hari ini akan dilaksanakan hukuman mati pada Margareth Tilman. Seorang warga Batavia. Dia telah terbukti melakukan percobaan pembunuhan pada Gubernur Jenderal Hindia Belanda!" Dengan menggunakan pengeras suara berbahan kaleng, petugas acara merasa dirinya sebagai pusat perhatian, untuk sementara.

Ketika kalimat itu terlontar dari petugas pemandu acara, maka riuh rendah suara warga semakin jelas terdengar. Nyonya Margareth mendengar suara itu seperti suara sekawanan lebah yang mendengung tepat di daun telinga.

Persetan dengan kalian semua.

Matanya terpejam. Bukan karena tidak ingin melihat orang-orang yang ingin menyaksikan wanita itu mati. Tapi, dia ingin menikmati waktu baginya untuk hidup. Meskipun dia tahu waktu itu tidaklah banyak.

"Bagi warga Batavia, yang berusaha melakukan hal yang sama pada Gubernur Jenderal maka orang itu akan dihukum mati!"

Selebihnya, Nyonya Margareth tidak lagi mendengar apa kalimat yang terlontar dari pengeras suara itu. Hal yang dia ingat hanyalah masa-masa indah ketika dirinya pertama kali menginjakan kaki di Batavia.

Kala itu, seorang gadis berusia 15 tahun melangkah turun dari kapal yang berlabuh di Pelabuhan Batavia. Diapit oleh pria tampan dengan jas abu-abu serta bertopi bundar.

Mereka berdua sampai di tanah yang jauh dari tempat kelahiran mereka. Bermaksud mengikat janji pernikahan tanpa restu kedua orang tua. Namun, pernikahan itu tidak pernah terjadi. Pria tampan itu terpikat wanita lain. Dan, Margareth yang masih muda merasakan kepedihan yang sulit terobati hingga usia tua menghampirinya.

"Hei, maju ke depan!"

Lamunan Nyonya Margareth teralihkan oleh dorongan seorang petugas pada punggung wanita itu. Dorongan oleh benda tumpul berbahan kayu. Hanya pegangan senapan yang ada di tangan petugas berbaju biru tua itu.

Kaki Nyonya Margareth melangkah ke atas panggung. Ada lima anak tangga berbahan kayu yang harus dilalui sebelum berada di atas panggung.

Kini dia berada tepat di tengah panggung. Di atas kepalanya ada palang kayu yang diapit oleh 2 tiang kokoh terbuat dari kayu jati. Warna kayunya sudah kusam. Mungkin begitu sering digunakan sehingga terkesan begitu tua. Terlihat jelas paku-paku berukuran besar serta plat besi sebagai penguat setiap sambungan.

Ya Tuhan, kuserahkan hidupku padamu.

Sebuah kain penutup wajah dipasangkan. Kini dia tidak bisa lagi melihat wajah-wajah penuh kemarahan di bawah panggung. Hal yang bisa dia lihat hanyalah kain putih.

Kini, terasa sesuatu menyentuh lehernya. Sebuah tambang berbahan serabut kelapa terkalung di leher. Seseorang mengalungkan benda itu tanpa aba-aba.

Sejenak, suasana hening. Tidak terdengar sedikit pun suara dari mereka yang menyaksikan kejadian langka ini. Hanya terdengar suara burung gereja yang hinggap di tiang gantungan. Mungkin dia menganggap ini sebuah permainan. Tapi, tak lama kemudian suara kicauan itu menghilang setelah tergantikan oleh suara kepakan sayap burung kecil itu.

Di kala suara hening masih menyelimuti, terdengar samar-samar seseorang berteriak. Nyonya Margareth sulit mendengar apa yang diteriakan orang itu. Telinga dan matanya tertutup kain.

Namun, suara itu semakin terdengar mendekat. Bersamaan dengan derap langkah kuda yang mendekat, seseorang berteriak meminta sesuatu.

"Hentikan eksekusi ini!"

Kurang lebih kalimat itu yang terdengar oleh Nyonya Margareth.

Namun, ketika telinganya bisa menangkap kalimat yang terlontar dari orang itu, bersama dengannya tubuh wanita itu terjatuh ke bawah panggung. Ada seseorang yang mendorongnya.

Tapi, tubuh itu tidak terjatuh ke tanah. Seutas tambang menahan tubuhnya tepat di lingkaran leher. Tambang itu mencekik, menyakitkan.

Dan, seketika itu juga dunianya berubah. Dia pergi menuju dimensi lain.

Panca dan Dendam SophiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang