15

1.2K 202 0
                                    

Kepala Pengawal datang ke Gedung Dewan Negara dengan langkah tegap. Dia turun dari kuda diikuti oleh seorang asisten yang sekaligus menjadi pengawalnya.

Gedung itu begitu meneduhkan. Dihiasi pohon-pohon rindang di halaman yang kuas, nampak terawat dengan rumput yang dipotong rapih. Tidak banyak orang yang lalu-lalang di sana. Ada taman di halaman tengah dengan kolam kecil yang dihuni beberapa ekor ikan warna-warni. Airnya dibuat mengalir seperti air terjun sehingga menambah kesan alami taman itu.

Sebuah perpaduan bangunan gaya Eropa dengan taman ala tropis. Menyesuaikan dengan iklim di Batavia.

Laki-laki berkulit gelap itu menoleh ke arah seekor ikan kecil yang dikerumuni beberapa ikan yang lebih besar. Dia tampak tenang, karena ikan besar itu tidak membahayakannya.

"Tuan, anda sudah ditunggu di ruangan rapat anggota dewan," seorang pria menghampiri untuk menyambut tamunya.

"Terima kasih, Tuan. Saya segera menghadap," Kepala Pengawal menganggukan kepala.

"Sebenarnya jadwal Tuan beberapa puluh menit lagi, tapi bisa dimulai sedikit lebih awal jika Tuan sudah siap."

"Baiklah, maaf tidak bermaksud menghambat ... saya hanya menikmati taman yang indah."

"Anda suka? Kami bisa menghubungi tukang untuk membuatkannya di rumah Tuan."

"Lain kali saja," Kepala Pengawal tersenyum. "Saya hanya membayangkan jika taman seperti itu bagus untuk dibuat di rumah peristirahatan saya. Jika waktu pensiun saya sudah tiba."

"Oh, ternyata masih lama."

Kalau aku dipecat dalam waktu dekat, masa pensiunku hanya menunggu hari. Batin Kepala Pengawal memikirkan kemungkinan buruk jika dirinya bisa diberhentikan menjadi komandan pasukan pengawal. Pertemuan kali ini bisa menentukan semua itu.

Kepala Pengawal berjalan diantara deretan jendela yang terbuka. Selasar gedung itu lengang, nyaris sepi. Bagi dia, tempat itu tidak jauh berbeda dengan rumah ibadah yang sepi dari pengunjung.

"Tuan Adrian, silakan," staf yang mengantarkan Kepala Pengawal membukakan pintu dan mempersilakan masuk.

Tampak dalam penglihatan Kepala Pengawal 6 laki-laki paruh baya degan stelan rapi nan berkelas. Mereka semua duduk mengitari meja oval dengan ukiran relief bunga-bunga. Semuanya berkulit putih, jarang terpapar matahari.

"Selamat siang, Tuan Adrian."

"Selamat siang, Tuan Anggota Dewan."

Salah seorang anggota Dewan Negara mempersilakan Kepala Pengawal untuk duduk. Dia pun duduk di kursi yang telah disediakan.

"Langsung saja, Tuan. Kami menerima laporan yang tidak enak untuk didengar. Tentang, percobaan pembunuhan pada Gubernur Jenderal," tanpa basa-basi anggota dewan langsung menuju ke pokok persoalan.

Kepala Pengawal mengangguk.

"Dan, kami meminta penjelasan dari anda, bagaimana bisa seorang Gubernur Jenderal disengat kalajengking di acara sarapan pagi bersama anak-anak Panti Asuhan."

Kepala Pengawal masih terdiam.

"Tuan Adrian, jika anda berpikir bahwa kami akan memaklumi perkara ini ... perkiraan anda salah. Kami meminta anda mundur dari jabatan yang anda emban saat ini. Sebagai sebuah pertanggungjawaban."

"Maaf, Tuan-tuan. Keputusan untuk memberhentikan saya ...."

"Kami tahu. Kami tahu jika Tuan Gubernur tidak akan memecatmu. Dia sangat mempercayai anda. Tapi, kami tidak ingin Pemerintah kolonial kehilangan muka di depan rakyat."

"Jika saya ... bersikukuh untuk ...."

"Maka kami akan berusaha sekuat tenaga agar anda diberhentikan."

"Tuan, setidaknya beri saya waktu untuk mengungkap siapa dalang di balik percobaan pembunuhan ini."

"Tidak perlu. Biarkan penyidik dari Kepolisian melakukan ini. Tugas anda adalah menjaga keselamatan Tuan Gubernur ... dan ... anda gagal melakukan itu!"

Kepala Pengawal tertunduk.

"Tuan Adrian, kami berharap anda menyadari kesalahan terbesar anda."

"Saya tahu jika saya salah. Hanya saja, saya memohon pengertian dari para anggota dewan yang terhormat untuk memberi saya kesempatan."

"Kesempatan apa lagi? Ketika Gubernur mengangkatmu ... ini adalah kesempatan besar. Walau sebenarnya, terus terang, sejak awal kami tidak percaya seorang pribumi bisa menjadi komandan pasukan pengawal."

"Saya memenuhi persyaratan ...."

"Tapi anda gagal, Tuan. Anda harus menyadari itu."

Suasana hening sejenak. Ruangan dengan plafon tinggi itu berhenti menggemakan suara orang yang bicara dengan nada tinggi. Ruangan itu memberi ruang untuk menghela nafas.

"Tuan anggota dewan yang terhormat, beri saya waktu sepekan untuk menyelesaikan kasus ini ...."

"Cukup. Kami tidak ingin berdebat dengan anda. Masalah ini bukan hanya tentang Nyonya Margareth atau siapa pun yang berusaha membalas dendam tapi ini tentang kepentingan negara."

"Balas dendam?"

"Oh, lupakan saja hal itu. Itu hanya cerita masa lalu. Anda tidak usah tahu."

"Tolong katakan, Tuan. Ini penting untuk menguak kasus ini."

"Diam! Tuan Adrian, anda terlalu jauh memasuki ranah pribadi. Kami hanya ingin masalah ini segera selesai. Tidak ada lagi desas-desus atau gosip murahan di surat kabar. Terkadang mengatur negara ini harus dengan tangan besi, agar berita tidak menjadi liar."

"Baiklah, Tuan. Dalam waktu dekat saya akan mengajukan pengunduran diri. Terima kasih atas undangannya."

Kepala Pengawal beranjak. Dia bermaksud meninggalkan ruangan.

"Tuan Adrian, satu hal lagi. Setelah pengunduran dirimu diterima, sebaiknya anda segera meninggalkan Batavia."

Sial, mereka mencoba menyingkirkanku jauh-jauh.

"Ini demi kebaikan kita semua."

Bukan, ini hanya alasan kalian saja untuk memanfaatkan keadaan.

Tuan Adrian meninggalkan ruangan dengan perasaan campur aduk antara marah, benci sekaligus sedih. Ini karena wanita sialan itu!

Panca dan Dendam SophiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang