"Baiklah, waktunya tidur anak-anak."
"Sebentar lagi, Bu. Saya belum selesai."
Pengasuh baru di Panti Asuhan meminta anak-anak untuk segera pergi ke kamar tidur. Namun, Sophia menolak dengan alasan masih memiliki pekerjaan yang belum diselesaikan. Anak asuh itu masih sibuk mengerjakan prakarya yang akan ditampilkan esok hari.
Bagi Sophia, malam itu menjadi malam yang penuh dengan semangat sehingga lupa waktu tidur. Besok pagi dia akan pergi ke Pesta Rakyat untuk memperingati hari ulang tahun Sang Ratu. Namun, pengasuhnya sudah mengingatkan jika besok akan menjadi hari yang melelahkan sehingga semua anak-anak diharuskan segera beristirahat.
"Kita lanjutkan kembali besok pagi. Untuk besok pagi, kegiatan membersihkan kamar dan mencuci pakaian ditiadakan. Sebagai gantinya, kalian meneruskan pekerjaan yang belum diselesaikan malam ini," wanita bertubuh ramping itu memberikan penjelasan.
"Baiklah, Bu."
Semua anak serentak menuruti kehendak pengasuhnya. Meskipun pengasuh itu belum lama bekerja di Panti Asuhan, tetapi tampaknya anak-anak sudah membiasakan diri dengan kehadirannya. Wanita itu memang jauh lebih muda dibandingkan pengasuh sebelumnya. Hanya saja, dia sudah terbiasa bekerja dengan anak-anak. Dimana sebelumnya dia bekerja sebagai guru di sekolah dasar.
Malam itu, si pengasuh melihat Sophia yang sendirian asyik menyelesaikan prakarya miliknya. Dia enggan beranjak pergi meninggalkan ruang belajar. Anak gadis itu masih tekun merangkai bunga-bunga warna-warni dalam sebuah pas berukuran cukup besar.
"Rangkaian bunga indah, Sophia."
"Ya, Bu."
"Tapi ... sekarang sudah malam ...."
"Aku tahu, Bu."
"Waktunya tidur."
Tangan Sophia berhenti bekerja. Dia menghela nafas. Sepertinya dia jengkel ketika diharuskan berhenti melakukan hal yang disukainya.
"Sophia, sayang. Besok kita akan berkegiatan di tempat terbuka. Panas. Kau sendiri tahu kan Batavia begitu panas belakangan ini."
"Ya, Bu. Saya merasakannya."
"Jadi, kau membutuhkan tenaga untuk acara besok."
"Baiklah, semoga saya bisa tidur malam ini."
Sophia pun bisa menuruti perintah dari pengasuhnya. Dia pun berjalan ke luar dari ruang belajar tempat para anak asuh itu baru saja berkegiatan.
"Ibu, saya harap Ibu tidak menyentuh rangkaian bunga itu."
"Oh, tidak. Tidak akan saya sentuh."
"Bagus."
"Sepertinya ini menjadi barang yang sangat berarti bagimu."
"Tentu saja. Bunga-bunga itu ditanam oleh mendiang Ibu Margareth."
Si wanita pengasuh itu tersentak hatinya mendengar nama "Margareth".
"Ibu mengenalnya kan?"
"Ya, tentu saja. Beliau pengasuh terdahulu."
"Ya. Dia dihukum mati karena melakukan kesalahan fatal."
Wanita pengasuh itu tahu bagaimana cerita di balik kematian Nyonya Margareth. Dan, dia tidak mau membicarakan hal itu lagi di depan Sophia. Baginya, seorang anak kecil tidak sepatutnya menilai sesuatu yang belum sepenuhnya dipahami.
"Sebaiknya kau segera menuju kamar. Tidur."
"Kenapa, Bu. Ibu tidak mau membicarakan hal itu dengan saya?"
"Ya, saya pikir bukan waktu yang tepat untuk membicarakan orang yang sudah meninggal."
Si pengasuh mengalami kesulitan bagaimana menjelaskan pada anak umur 10 tahun jika kematian Nyonya Margareth adalah sebuah tragedi yang tidak layak untuk terus dibicarakan. Sebaiknya hal itu dilupakan, begitulah menurutnya.
"Tapi, Ibu sendiri yang memulai untuk membicarakan Nyonya Margareth."
"Sophia, bisakah kita tidak membicarakan ini lagi."
"Saya sulit untuk berhenti membicarakan ini, Bu."
"Kenapa?"
"Karena saya dituduh menjadi penyebab kematian Nyonya Margareth dan wanita gemuk ... maksud saya ... ibu pengasuh terdahulu ...."
"Tidak ada yang menuduhmu, Nak."
"Oh, benarkah? Lantas semua anak mulai menjauhi saya. Mereka menganggap saya tidak ada."
"Begitukah? Ibu melihat hubungan kalian baik-baik saja."
Sophia masih berdiri di depan pintu. Dia mulai memperlihatkan wajah yang penuh kesedihan.
"Hei, Nak. Dengarkan, Ibu masih ada di sini untukmu."
Wanita pengasuh itu memeluk Sophia. Dia mengerti jika Sophia menjadi pihak yang tersudutkan dalam kasus kematian Nyonya Margareth dan wanita pengasuh terdahulu. Bagaimana tidak, polisi menanyai anak itu secara khusus. Bahkan, di depan anak-anak yang lain Sophia ditanya begitu banyak pertanyaan yang menyudutkan.
Terlebih, dia pernah dibawa ke Kantor Polisi untuk penyelidikan lebih lanjut. Tentu saja itu menjadi alasan yang cukup bagi setiap orang yang dikenalnya untuk menjadikan gadis berambut panjang itu sebagai terduga sebuah kasus pembunuhan.
Walaupun pada akhirnya polisi tidak memiliki bukti yang kuat untuk menjadikan dia tersangka. Dan, membebaskannya dari segala tuduhan.
Malam itu, wanita pengasuh melepaskan pelukan Sophia hingga mengantarkannya ke kamar tidur. Setelah itu, dia kembali ke ruang belajar untuk mematikan lampu.
Namun, dia tertarik dengan rangkaian bunga mawar di atas meja. Bunga yang dirangkai oleh Sophia dengan rangkaian warna yang serasi satu sama lain. Dia menyentuhnya, begitu lembut di tangan.
"Awww, oh sakit."
Ternyata dia tertancap duri yang masih menempel di batang. Jari telunjuk wanita itu mengeluarkan sedikit darah. Mungkin hanya setetes darah kental keluar dari balik kulitnya yang pucat.
"Sudah saya bilang, jangan menyentuh bunga itu!"
Sontak, wanita itu kaget karena Sophia berteriak di depan pintu.
"Masih mending hanya setetes darah yang keluar dari tubuhmu. Mungkin suatu hari akan lebih banyak darah yang keluar ...."
Srrr, bulu kuduk wanita itu berdiri. Merinding.
Aku sulit percaya jika kalimat itu keluar dari mulut seorang anak kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Dendam Sophia
Misteri / ThrillerPemenang Wattys 2022 kategori Wild Card --------------------------------- Tanpa banyak bicara lagi, sarapan pun berlangsung. Sebagaimana sarapan bersama di pagi hari, para gadis menyantap roti dan sup di sebuah mangkok yang disediakan oleh koki khus...