10

1.6K 251 0
                                    

Kepala Pengawal berdiri dengan tangan dilipat ke belakang. Tangan kirinya memegang topi yang diapit di bawah ketiak.

"Aku tidak menyangka wanita itu berpikir terlalu jauh ...." Seorang laki-laki paruh baya terbaring di atas ranjang. Bicara dengan suaranya yang pelan.

"Saya pun tidak menyangka, Tuan."

"Ternyata dia masih memendam kebencian itu padaku, setelah sekian lama."

Wajah tertunduk Kepala Pengawal kini berubah. Dia mengangkat dagunya dan menatap ke arah laki-laki yang tengah berbaring. Ada kalimat yang menarik perhatian komandan para prajurit pengawal itu.

"Margareth, kenapa kau tidak bisa melupakan semua itu. Itu sudah terlalu lama."

Laki-laki di atas ranjang itu bergumam. Kepala Pengawal yang berdiri di dekat dinding masih bisa mendengar suara orang yang lemah itu.

"Kepala Pengawal, kau tidak usah heran dengan kejadian ini. Semua karena salahku sendiri. Kesalahan di masa lalu yang tidak termaafkan oleh wanita itu."

Kepala Pengawal hanya terdiam, mendengarkan.

Ruangan gelap tanpa lampu menjadi saksi pembicaraan mereka pagi itu. Sengaja, gorden jendela tidak dibuka karena pemiliknya enggan segera menatap cahaya matahari. Dia masih menikmati suasana malam dimana sebetulnya sudah berlalu lebih dari 3 jam yang lalu.

Kamar luas tanpa ornamen berlebihan sebenarnya bukan tempat nyaman untuk dijadikan ruang istirahat. Kamar Kepala Pengawal lebih mending dalam hal kehangatan. Di sini, hanya tercium kekelaman karena dinding gelap lebih mendominasi.  Penghuni kamar bukan tipe orang yang ingin dekat dengan alam dan lebih suka akan kesendirian.

Kepala Pengawal merasa memasuki goa yang penuh dengan kelelawar. Kamar itu pengap karena jendela belum terbuka dan cahaya matahari pun belum masuk ke dalamnya.

"Aku sengaja mengajakmu bicara, berdua saja, agar urusan ini cepat selesai. Aku hanya ingin memastikan wanita itu mati di tiang gantungan ...."

"Baik, Tuan."

"Aku berjanji akan mempertahankan posisimu sebagai kepala pengawal jika kau bisa menyelesaikan masalah ini."

"Saya tahu, ini salah saya, Tuan. Kami tidak mengantisipasi keadaan hingga terjadi hal buruk."

"Sudahlah, kau sudah bekerja cukup baik. Selama ini aku tidak menyangsikan kesetiaanmu. Aku hanya ingin segera mengubur masa lalu ... yang tidak sempat aku kubur."

Kepala Pengawal menghadap Gubernur Jenderal dengan perasaan yang tidak karuan. Dia merasa jika karirnya sedang diujung tanduk. Sebuah jabatan yang sulit diperoleh oleh seorang pribumi seperti dirinya.

Namun, ketika Gubernur Jenderal menjamin jika tidak akan mencopot jabatannya maka dia pun merasa lega. Kini pikirannya berubah menjadi penuh tanda tanya, apa hubungan Tuan Gubernur dengan pengasuh  anak yatim piatu itu?

Tok tok tok, terdengar suara pintu diketuk.

Kepala Pengawal membuka pintu dan mempersilakan masuk orang yang mengetuk pintu. Ternyata dokter istana bermaksud memeriksa Sang Gubernur. Dia seorang laki-laki berjas putih dengan menenteng tas kulit lembu berwarna gelap.

"Tuan Dokter, bisakah nanti kita bicara. Saya tunggu di luar."

Dokter menganggukan kepala. Dia mengerti tema apa yang akan dibicarakan oleh seorang kepala pengawal. Wajahnya terlihat tegang.

Panca dan Dendam SophiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang