17. Pusing

6.4K 306 3
                                    

"BESOK?"

"Iya. Tadi dengar obrolan mamah sama tante Eva. Mungkin karena besok hari libur jadi pernikahannya dilangsungkan besok."

Penjelasan Aya membuat Jihan melongo. Bahkan Azam mengacak rambutnya saking tak percaya apa yang ia dengar barusan. Aya yang tak mau ikut pusing melanjutkan lagi acara makan kuenya.

"Hem enak banget." Ucap Aya memuji kue dalam mulutnya.

Jihan menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Ia mendadak pusing mendengar semuanya. "Umi kenapa nggak ngomong apa apa sih sama aku." Jihan berucap pelan. Perjodohan konyol ini bisa bisa membuat nya stres.

"Ini gimana?" Kini gadis itu menatap cowok di depannya. Azam pun balik menatapnya. "Gw juga nggak tau." Jawabnya membuat Jihan menghela napas gusar.

"Gw belum siap anjir." Azam mulai heboh. Mengacak lagi rambutnya yang sudah sangat berantakan.

Jihan memperhatikan pemuda itu. Ia sungguh tak mengerti dengan Azam. Bukankah di rooftop ia terlihat santai menyetujui. Kenapa sekarang malah seperti orang depresi?

"Lo pusing banget kayaknya." Celetuk Jihan membuat pergerakan tangan Azam terhenti.

"Lo mau nikah?"

"Ya enggak lah." Jawab Jihan sedikit ngegas. "Gw masih mau sekolah." Lanjutnya.

Azam beralih pada adik perempuan nya yang sudah terlena dengan setoples kue di pangkuannya.

"Aya." Panggil Azam membuat si empunya nama mengangkat kepala. Tanpa bersuara anak itu melihatnya. Raut wajahnya seakan mengatakan 'apa.'

"Kamu nggak salah denger?" Tanya Azam memastikan. Jihan pun ikut melihat Aya. Kini keduanya menunggu jawabannya.

Aya menggeleng. "Enggak salah dengar kok."

"Yakin?"

"Kak Azam kok nggak percayaan banget." Balas Aya yang mulai kesal. "Aku disamping mamah pas lagi ngebahas itu sama tante Eva. Aku denger JELAS." Tambah Aya sengaja menekan kata terakhirnya.

"Jangan marah." Ucap Azam sambil mengusap kepala Aya yang tertutup jilbab.

Jihan memperhatikan keduanya. Ia sempat tertegun saat Azam berucap lembut pada adik perempuannya.

"Tapi bagi aku kak Azam itu kakak terbaik."

Mungkin Jihan salah menilai Azam. Yang ia lihat selama ini hanya sifat menyebalkan cowok itu. Selalu berbuat ulah, keras kepala, songong, sok ganteng dan masih banyak lagi hal yang membuat Jihan langsung men cap cowok itu buruk.

Tanpa sadar gadis itu tersenyum saat Azam berusaha membujuk Aya yang sudah marah.

"Nanti aku beliin es krim. Udah ya Aya jangan ngambek."

"Janji?"

Azam menautkan kelingking nya dengan Aya. "Janji. Jangan ngambek lagi nanti cantiknya hilang."

Aya mengembangkan senyum sambil mengangguk anggukan kepala. Dia memang mudah luluh jika di sogok dengan es krim. Walau begitu Azam tetap tak ingin Aya marah padanya.

Kakak laki laki itu sangat menyayangi adik perempuannya.

"Jadi pernikahannya beneran besok?" Celetuk Jihan membuat dua saudara itu kompak menoleh padanya.

"Astaghfirullah... Kelupaan kalau ada kak Jihan." Aya memukul pelan dahinya. Terlalu kesal dengan Azam keduanya sampai mengacangi si tuan rumah.

"Mau gimana lagi." Timpal Azam mulai merapikan rambutnya.

AZAM [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang