45. Dasar Bocil!

6.4K 372 7
                                    

"Hati hati."

"Dadah kak."

Jihan balas melambaikan tangan pada Aya. Sedangkan Azam membunyikan klakson sebelum akhirnya mobil yang ia kendarai menjauh pergi meninggalkan rumah orang tuanya.

"Mas." Panggil Feni setelah mobil sang anak tak lagi terlihat. Aya yang masih berada disana ikut melihat mamahnya.

"Azam udah suka sama Jihan." Ujarnya.

Bukannya terkejut mendengar kabar bahagia barusan, Endi malah menanggapi dengan gelengan kepala membuat sang istri menatapnya bingung. "Kenapa mas?" Tanyanya.

"Ck anak itu. Katanya nggak bakal suka."

Aya lantas tertawa. Nada bicara papahnya terdengar lucu ditelinganya. Namun tiba tiba tawanya terhenti dan kini malah menatap orang tuanya secara bergantian.

"Kenapa nak?" Tanya Endi.

"Pah, tadi aku lihat kak Azam meluk meluk kak Jihan yang lagi masak. Kak Azam kayaknya godain kak Jihan soalnya wajah kak Jihan berubah kesal."

Endi lagi lagi menggeleng. Tak habis pikir dengan anak sulungnya itu. Sebenarnya tidak masalah dia memeluk Jihan karena gadis itu istrinya. Tapi yang menjadi masalah adalah anak itu yang tak bisa melihat tempat. Tidak seharusnya dia melakukan adegan tersebut didapur. Bagaimana kalau ada yang tak sengaja melihat? Syukur jika yang lihat sudah dewasa. Tapi bagaimana jika masih kecil seperti Aya?

"Kapan sayang? Mamah kok nggak tau." Ucap Feni merasa bingung sendiri. Ia berada didapur dengan Jihan tapi tak melihat apa yang dikatakan anak bungsunya itu.

"Tadi mah. Aku juga nggak lihat mamah didapur. Cuman kak Azam sama kak Jihan aja."

Feni menepuk jidatnya pelan. "Ah iya mamah baru ingat. Tadi mamah sempat keluar sebentar buat ngembaliin mangkok mba Dian. Kakak kamu kedapur?" Tanyanya dan langsung dibalas anggukan oleh Aya.

"Sudah, sudah. Ayo masuk."

"Selin lagi liburan ya?" Tanya Jihan menoleh pada Azam yang fokus menyetir.

"Nggak tau. Kenapa tiba tiba nanyain dia?" Azam balik bertanya namun tetap melihat kedepan.

"Teman gw pada ngebahas di grup. Katanya Selin lagi liburan di Bali."

Azam berdecak. "Nggak penting Han. Mau dia liburan atau enggak bukan urusan kita."

"Kan nanya doang." Jihan memanyunkan bibirnya karena merasa dimarahi oleh cowok itu. Oh ayolah dia hanya memastikan pembahasan teman temannya digrup.
Salahkah jika ia menanyakan pada teman kelasnya langsung?

"Nggak usah dibahas. Siniin tangan lo."

Jihan menaikkan alisnya. Merasa tak paham dengan kemauan cowok itu yang malah meminta tangannya.

"Sesuatu yang nganggur itu nggak baik." Ucap Azam sambil meraih satu tangan Jihan lalu menggenggamnya tanpa mendapat persetujuan siempu.

Jihan diam melihat tangannya yang kini digenggam. Jujur, ia merasakan perasaan aneh setiap kali cowok itu menyentuhnya. Jantungnya pun tak pernah absen untuk berdetak cepat. Jihan benar benar bingung pada dirinya sendiri. Ia tak bisa memahami perasaannya setiap kali deg degan dengan perlakuan Azam.

"Gw udah tau artinya." Celetuk Azam menoleh sekilas sambil tersenyum.

"U-udah tau?" Ulang Jihan sedikit terbata.

AZAM [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang