Perempuan dengan rambut tergerai itu memandangi foto dihandphonenya. Difoto tersebut terlihat dua remaja sedang berpelukan. Kemesraan keduanya bahkan dilakukan di atap sekolah.
"Mereka pasti ada hubungan. Tapi kok aku nggak nyangka banget ya." Monolognya sambil tertawa miris.
"Jadi selama ini nggak dianggep sahabat." Perempuan itu menertawai kebodohannya. Ia pikir gadis dalam foto tersebut menganggapnya juga sebagai saudara yang artinya cerita atau rahasia apapun itu seharusnya dibagi. Tapi ternyata ia salah. Karena nyatanya hanya dirinya sendiri yang menganggap gadis itu sebagai saudaranya.
"Aku bakal cari tau sendiri apa hubungan kalian? Nggak mungkin kamu diam aja dipeluk kayak gini apalagi sama cowok yang paling kamu nggak suka disekolah." Monolognya tanpa berhenti memandangi foto tersebut. Jujur saja sampai saat ini ia masih tak percaya kalau didalam foto itu adalah sahabatnya.
Perempuan itu seketika bingung. "Tapi ini nomor siapa?" Gumamnya yang sama sekali tak mengenali nomor si pengirim foto. Si pemilik nomor pun hanya membaca saat dia bertanya namanya.
"Udahlah nggak penting."
❃
Pukul 20.30
Azam menatap malas Jihan yang kini duduk dikursi belajarnya. Gadis dengan hodie oversize itu sedang memeriksa buku bukunya dan tugas sekolah yang belum ia selesaikan.
"Lo belum ngerjain tugas sosiologi sama matematika." Beritahu Jihan sambil memutar kursinya menghadap Azam yang duduk dipinggir kasur.
"Entar aja disekolah."
"PR itu pekerjaan rumah bukan pekerjaan sekolah."
"Lha sekolah kan rumah juga."
"Nggak gitu maksudnya."
"Sama aja."
"Beda. Kerjain sekarang." Suruh Jihan mulai tegas.
Azam menggeleng. "Nggak. Males gw." Balasnya lalu berbaring sambil bermain handphone.
"Azam!"
"Cerewet lo."
"Jadi cowok kok malas banget." Gumam Jihan sambil beranjak dari kursinya. Kemudian mendekati Azam yang malah asyik bermain game. Demi apapun cowok itu benar benar malas. Jihan hanya mendapati dua lembar kertas yang terisi tulisan disetiap buku. Dan sisanya adalah kosong. Entah apa yang ia kerjakan disekolah. Jihan sungguh tak bisa mendefenisikan kemalasan Azam.
"Bangun cepetan!"
Hening.
Azam tak mengindahkan ucapan Jihan. Cowok itu begitu fokus menatap layar handphone nya. Helaan nafas panjang terdengar dari Jihan. Gadis berhodie itu memejamkan mata sambil mengelus dada. Menyalurkan kesabaran di dirinya agar tak emosi dengan Azam yang sangat keras kepala.
"Lo ribet." Ucap Azam sambil mematikan handphonenya. Balas melihat Jihan hingga lima detik kemudian ia tiba tiba menarik tangan gadis itu.
Jihan tentu saja terkejut. Kini matanya terpejam karena deru nafas Azam menerpa wajahnya. Demi apapun jantungnya kembali berdetak cepat bahkan sepertinya akan copot dari tempatnya. Oh ayolah Azam mengurungnya dibawah seakan siap menerkamnya sekarang juga.
"Ck sekarang aja diem." Sindir Azam lalu menaikkan sudut bibirnya melihat raut ketakutan Jihan. "Buka mata lo." Suruhnya tanpa mengalihkan pandang dari gadis itu.
Jihan menggeleng pelan tanda tak mau. Balas menatap Azam malah akan membuatnya semakin deg degan.
"Lo kenapa pakai jilbab terus? Gw kan mahram lo. Gw pengen liat lo tanpa jilbab." Pinta Azam pelan. Walau sudah pernah melihat rambut Jihan, tetap saja ia menginginkan gadis itu tak lagi menutup aurat jika bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZAM [SELESAI]
Teen Fiction"Azam bangun." "Hem." "Shalat tahajud." "Males." .・゜゜・ JODOH ITU CERMINAN DIRI Tapi kenapa Jihan malah dinikahkan dengan Azam? cowok nakal yang hobinya bolos, ngerokok, balapan dan masih banyak lagi kebandelan yang ada didalam diri cowok itu! Cov...