🔹09🔹
Ia Lelaki Hebat.
.
.
Eiitts!!Jangan harap ada kata pasrah dalam kamus Ara. Cukup dengan sepersekian detik untuknya menggagalkan ilustrasi kotor sialan itu.
Ia memelintir satu lengan Gavi dan membuat tubuh cowok itu berputar balik. Ara buat Gavi berlutut, dan satu kakinya berada di atas betis cowok itu, hanya untuk berjaga.
Satu tangan Gavi lagi yang bebas juga diraih Ara. Kedua tangan cowok itu jadi terlipat ke belakang. Gavi tampak linglung dan sedikit meringis. Ia tidak siap dan tidak menduga mendapat refleks dan kuncian kilat ini.
"So' mau ngehukum. Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!"
Oktaf Ara seketika naik ke 7, menggelegar di trotoar itu. Tapi bukan marah. Emosinya tetap stabil, cuman ngegas aja, pertanda sentakan itu adalah peringatan. Aura sekitar otomatis berubah mencekam membuat bulu kuduk meremang.
"LEPASIN BANGSAT!!" Rasa heran Gavi ia abaikan dan berganti murka. Sayangnya berusaha mengeluarkan tenaga agar terlepas pun tidak berhasil. Kuncian Ara begitu kuat.
"Keluarin dong tenaganya!! Masa gini doang gabisa gerak?!" Lalu berdecak dan membuang nafas kasar. "Ah jadi ngegas gue gegara lo."
Tiga lelaki disana dibuat terkejut tidak main. Daffin Eve melongo, sedangkan Keen tetap mengawasi mereka, takutnya ada yang kelepasan berlebih.
"Wau, i-itu apaan Pin?" Gagap Eve ternganga.
"Supermen, Ve. Ya Gavi lah temen kita, sama Ara yang tadi baru aja kenalan. Masa lo lupa?"
"I-ya.. bukan gitu. Serah lu lah." Eve nge-lag sebentar lalu memilih tak peduli jawaban Daffin.
"Impresif, Fin.." Kagum Daffin diangguki Eve.
"Atlet tedo Gemstone loh itu. Meng-kaget gue." Imbuh Eve.
Kira kira begitu, intinya mereka sama sama melongo.
"Ara." Lagi, keempat kalinya Keen menegur berusaha memisahkan mereka.
Tapi kali ini tidak ada tanda hijau dari Ara. Ia terlanjur terusik.
Tatapan tajam Ara menyorot pada Keen. "Laka, dia yang cari masalah. Dan sekali lagi, ini urusan gue. Lo ga berhak ikut campur." Tegas Ara lalu menoleh ke bawah pada Gavi.
Melihat kerusuhan hanya ada di Gavi, sedangkan Ara stay calm, Keen lagi-lagi diam. Mungkin ia ikut campur kalau sudah ada yang sekarat.
Hehe. Engga. Keen diam bukan tanpa alasan kecil itu.
"ANJING!!!" Gavi masih berusaha menongkah keras, tapi tidak ada pengaruh apapun. Padahal Ara tidak terlihat memakai banyak tenaga. Bahkan seperti biasa, santuy.
Seringai ringan terbesit di bibirnya. "Gue mau tebak—eh ralat, gue mau bilang satu fakta. Lo punya hubungan yang gak baik 'kan, sama ortu lo? Lo juga ga pernah mau kenal deket sama cewek. Dan itu bikin lo ga ngerti perasaan mereka, gabisa hargain mereka, gatau sisi lembut terlebih sisi rapuh mereka." Tutur Ara tegas.
"Sikap lo yang bejat ini, itu karna doktrin dari perlakuan buruk keluarga lo sendiri." Lanjutnya.
Para saksi disana makin terperangah. Terlebih Gavi. Tubuhnya mematung dengan mata melebar.
"Sorry kalo bener. Gue ga maksud ngingetin ke masalahnya. Tapi lebih ke kesadaran lo aja. Gue baik kan? Sama sama.."
Nyatanya, memang itu benar. Tapi Ara berkata demikian bukan berlandaskan fakta dari data pribadi mereka yang ia dapat dari Ojan. Tidak, disana tidak ada informasi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN-ZA
Teen Fiction"So' mau ngehukum! Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!" Sentakan menggema itu adalah peringatan dari Ara. Aura sekitar seketika mencekam membuat bulu kuduk meremang. "LEPASIN BANGS*T!!" Gavi meronta sekuat tenaga, tapi berkutik sedikitpun jug...