🔹49🔹Ara?

199 10 3
                                    

🔹49🔹
Ara?
.
.
.

Adhara Hospital,
5.15 sore.

"Eh Algia.."

Sapaan hangat ia berikan di tengah kegiatan mencatatnya kala mengetahui keberadaan Gavi di depan mejanya. Gavi merespon sambutan itu dengan seulas senyum tipis.

"Abis ambil resep ya? Kebetulan balik lagi, ini ada yang ketinggalan." Ucap Klara yang membuat fokus Gavi teralihkan.

"Oh? Ada kak? Apa?" Gavi bingung karena ia rasa tidak ada yang terlupakan. Niat awalnya ingin bicara dengan Klara pun mendadak buyar.

"Hati saya, minta dibawa kamu.." Klara terkikik malu malu kucing.

Gavi sejenak diam, bingung merespon Klara. Ia kira benar ada hal penting.

"Nanti saya pesenin ojol kak, dianter ke rumah Praza. Mending kaka naksirnya langsung aja ke orang itu." Jawab Gavi sopan.

"Saya gapapa loh sama brondong," Goda Klara melirik Gavi dengan senyum jahil.

"Kejauhan kak." Singkat Gavi jujur  tersenyum santun. Ia cukup kenal dengan beberapa petugas dan staf rumah sakit ini. Part time nya merupakan tempat dimana Gavi tidak mendapat paksaan, jadi ia bisa tenang dan bersosialisasi tanpa tekanan.

"Jauh ya naik ojol aja. Iya kan?"

"Engga ka." Singka Gavi lagi dengan polosnya.

Ekspresi Klara seketika berubah datar. Ia berakhir menyerah lagi menjahili Gavi. Pemuda ini ramah dan sopan, tapi juga pendiam dan agak cuek sedikit dingin dan tak mempan dijahili. Tiap usahanya meski sekedar ingin bergurau berujung gagal.

Tapi tak apa, Klara tidak ngambek, kok. Itu hal biasa. Lagi pula ia hanya iseng, dan Gavi juga tau.

"Ada apa? Pasti cari Dr. Tama ya?" Tebaknya sangat yakin.

"Engga ka. Saya mau nanya. Disini ada pasien yang namanya Adipati Gentala?"

Klara ber oh ria tanpa suara mengetahui tebakannya salah. Ia pun langsung beralih ke komputernya untuk mencari yang Gavi maksud.

"Kamu mau apa nih? Ga macem macem kan??" Klara melirik Gavi penasaran.

"Ga ka, satu macem aja."

"Maksudnya, ada perlu apa kamu sama orang ini?"

"Beliau keluarga teman saya yang sedang dicari. Dan saya ingat kalau saya pernah meracik obat atas nama beliau yang tujuannya diantar kesini." Jelas Gavi lalu diangguki Klara.

Itu yang Gavi maksud bahwa ia merasa tak asing dengan nama Gentala saat tak sengaja membacanya di kalung Ara. Kalau benar dua nama itu adalah orang yang sama, setidaknya Ara harus tau bahwa ayahnya mungkin dalam keadaan tidak baik baik saja. Dan lebih bagus kalau Ara berubah pikiran agar mau memaafkan dan mencari ayahnya.

Klara mengangguk lagi. "Beliau hilang? Duh, kasihan. Sepertinya rumit ya, masalahnya." Simpulnya prihatin.

Ya, rumit. Gavi membenarkan itu. Ia yang baru tau sebagian saja kesulitan mencerna kisah Ara. Dan ia yakin keseluruhannya masih banyak dan tidak sederhana.

"Nama pasien yang kamu cari tidak ada. Kapan kamu mengantar obat itu?" Tanya Klara menyanggah kepala setelah selesai dengan komputernya.

"Dua bulan lalu."

"Okey, sebentar ya,"

Beberapa saat Klara kembali mencari data yang dimaksud atau yang sekiranya berhubungan. Ia lalu mengambil ponsel. Entah sedang apa dengan layar hp nya, tapi ia sambil mengatakan;

QUEEN-ZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang