🔹19🔹Titipan

478 28 12
                                    

🔹19🔹
Titipan

.
.
.

"Jika kami masih bisa mendapat kesempatan, kami akan berusaha lebih berhati hati, Queen."

Ara diam sejenak. Dalam beberapa detik hening itu mereka berharap kabar baik terucap dari Ratunya.

"Aku pegang ucapanmu. Kalian bisa mendapat itu."

Bom! Helaan napas begitu lega seakan baru saja melepas sesak lamanya tahan napas. Mereka berasa bebas dari cekalan sabit Martin. Rasa syukur banyak-banyak dan sorak sorai meriah terucap, berjingkrak riang bahkan kayang mereka lakukan—tapi itu semua dalam hati masing-masing.

"Terimakasih Queen." Eral mewakili sukacita mereka dengan sejenak tundukan kepala dan diikuti oleh yang lain.

"Ingat. Kalian tidak layak berlutut padaku seperti tadi, atau pada siapapun itu. Derajat kita disini sama. Manusia. Jangan menuhankan, dan jangan merendahkan. Hormati atau perlakukan selayaknya."

"Baik, Queen." Ujar mereka serentak. Gema suara para pemuda itu kembali terdengar tegas tanpa keraguan. Mereka bisa bernafas bebas dan masih diberi kesempatan merawat nyawa masing masing.

Ara mengulas senyum samar, bahkan hampir tidak terlihat. Aura mencekam dalam ruangan juga turut memudar. Meski tetap masih terasa menakutkan, tapi tidak se-ngeri tadi.

Ia yakin diluar sana banyak orang hebat seperti mereka. Meski tidak mudah, tapi bukan berarti sulit untuk Ara mencari pengganti Zheodrix. Tapi Ara tidak mungkin semudah itu menyia-nyiakan mereka, kan? Hebat, kuat, loyal, dan berani bertaruh dengan yang namanya nyawa.

Zheodrix bersyukur sekaligus bangga memiliki seorang Queen seperti Ara yang begitu menjunjung tinggi keadilan. Memperlakukan nyawa manusia sama rata sesuai situasi, hak dan kewajiban. Sosok pemimpin baik dan pengertian. Ya, baik. Kejam dan jahat hanya diperuntukkan bagi mereka yang memang pantas mendapat perlakuan itu.

Dua orang tadi kembali ke ruangan. Si penyusup berada di tengah Charry dan Saga dengan keadaan terikat rantai besi dan ada borgol di tangannya.

Tara juga mengikuti di belakang mereka. Langkah lelaki berkacamata itu langsung tertuju pada Ara. Ia memberikan i-pad yang dibawanya.

"Ini datanya Queen."

Ara menerima benda pipih itu. Jarinya bergerak men-scroll layar. Sejenak lalu ia letakkan di meja dan kembali fokus pada tersangka. Ia ambil spuit yang sudah terisi tadi, lalu beranjak berdiri dan mendekat ke arah tamunya itu.

"Hai. Pertemuan ini sengaja dibuat tidak terlalu tertutup. Spesial untukmu." Tuturnya sembari mengitari tersangka. Sambutan yang terbilang ramah.

Ia berhenti tepat di hadapan lelaki itu. Berlutut dengan satu kaki agar posisinya sejajar.

"Dibayar berapa?"

Tak ada jawaban. lelaki itu diam dalam tundukan kepalanya.

"Lihat aku!" Sentakan kecil Ara membuat lelaki itu refleks mendongak hingga bersitatap langsung dengan netra hitam Ara.

Satu kata yang terlintas saat menatap manik hitam Ara adalah.. 'Indah'.

"Kenapa diam?"

'Karena parasmu terlalu indah, Queen.'

Begitu kira-kira pengakuan Zheodrix dalam hati. Ratu mereka selalu tampak memukau. Pesonanya bisa membius meski hanya dalam satu kali atensi. Apalagi mode Ara seperti ini dan dalam jarak dekat. Persis di posisi lelaki itu.

QUEEN-ZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang