🔹31.2🔹
Insiden Tragis.
.
.DOR DOR DOR!!
Suara dentuman tembakan menggema dalam ruangan luas itu. Seluruh tamu langsung berlutut untuk menghindar jika serangan berlanjut. Pihak keamanan langsung bergerak sigap menyebar di dalam dan luar gedung mencari pelaku.
Namun nyatanya, hanya ada tiga letusan senjata api. Setelahnya tidak ada tembakan atau serangan lagi yang mengancam.
Ini.. pembunuhan berencana. Peluru tadi telah mengenai seorang korban, siapa lagi kalau bukan targetnya.
Penghuni ruangan kembali berdiri. Di depan sana, di dekat area pusat acara, seorang pria berdiri mematung dengan tubuh bergetar. Tangan kanannya memegang dada kiri yang mengeluarkan aliran darah segar. Tiga peluru tadi menembus tubuhnya, tepat di bagian jantung.
Perlahan tubuh jangkung kekar itu meluruh. Beberapa tamu di dekatnya langsung membantu menumpu tubuh pria itu sampai berbaring di lantai. Salah satu mereka mengecek beberapa tanda vital pada tubuh pria itu dan memeriksa darah yang keluar.
"AYAH!!" | "PAPAH!!"
Seruan lantang membuat tamu yang berada di sekitar pria itu menyingkir memberi ruang untuk dua remaja yang baru saja menghampiri. Termasuk yang barusan memeriksa keadaan pria itu, ia juga melangkah mundur dengan raut wajah beku dan tatapan kosong.
Seorang lelaki berumur 17 tahun, dan satu lagi seorang gadis berumur 11 tahun. Mereka terduduk di sisi kanan pria itu. Syok begitu memukul mereka kala melihat keadaan lemah sang ayah dengan simbah darah.
"KALIAN KENAPA DIAM?? TOLONG PAPAH SAYA!!" Remaja lelaki itu murka, napasnya memburu penuh amarah. Berbeda dengan si gadis perempuan yang hanya menangis tanpa suara menatap sang papah.
Lelaki yang tadi sigap memeriksa adalah teman seperjuangan sekaligus sahabat pria itu, ia Jarvis Wishaka Raja. Kepalanya tertunduk dalam, lidahnya terlalu kelu bahkan untuk mengucapkan satu patah kata.
Tiga buah peluru yang menembus jantung, tak memungkinkan seseorang bertahan, apalagi itu bukan peluru biasa dan juga terdapat racun.
Maka itu Jarvis membiarkan dua anak sahabatnya berada di dekatnya tanpa gangguan apapun termasuk pihak medis yang selalu sigap ada dan siaga.
Dan itu merupakan fakta yang jelas, juga mudah diartikan, tapi begitu berat diterima. Keadaan di sana begitu hening lantaran semua merasa terpukul. Seluruh penghuni ruangan hanya bisa terdiam seakan baru saja terhantam batu besar;
Bahwa pemimpin mereka... tidak akan bertahan.
Satu lagi tangan pria itu terulur menggenggam tangan sang putra. Meski sulit dan rasa sakit tak terjabarkan meringkus sekujur tubuh, tapi ia paksa dirinya sebisa mungkin bertahan untuk mengucapkan beberapa patah kata.
"Kau.. jagoan ayah. J-jadilah pemimpin hebat." Lirihnya dengan manik hitam menatap sayu sang putra dan seulas senyum tipis teduh.
Tangannya lalu beralih mengusap pelan pipi sang putri. Menghapus lembut air mata yang tak henti mengalir.
"P-putri cantik papah. G-gantikan aku. S-selesaikan kasus bundamu. Temukan pelakunya."
Remaja lelaki yang berada di belakang adiknya itu mengepalkan kedua tangannya kuat. Deru napasnya memburu dan sorot mata yang menyimpan gejolak amarah sekaligus duka mendalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN-ZA
Teen Fiction"So' mau ngehukum! Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!" Sentakan menggema itu adalah peringatan dari Ara. Aura sekitar seketika mencekam membuat bulu kuduk meremang. "LEPASIN BANGS*T!!" Gavi meronta sekuat tenaga, tapi berkutik sedikitpun jug...