🔹20🔹Izin

404 27 14
                                    

🔹20🔹
Izin

.
.
.

Laverta,
1.45 pm.

"Gua mampir ke Bunda Fidza. Lusa baru sampe Jakarta."

"Hm. Hubungin gua aja."

Panggilan usai. Eral akan menunggu Ara di mobilnya. Tapi saat membalikkan badan ia bertubrukan dengan seorang siswi yang membawa nampan berisi makanan berkuah. Bisa ditebak apa yang terjadi.

Nampan itu oleng, mangkuknya jatuh, pecah, dan kuah panasnya mengenai Eral.

Siswi itu langsung kelagapan merasa bersalah. "S-sorry. Panas yah? Bentar." Ia panik hendak mencari tisu.

Tapi tangannya malah dicekal bersama netra tajam Eral menghunus curiga.

"Ngapain? Nguping hah?" Tanya Eral rendah, tatapannya mengintimidasi. Ia seakan tidak merasakan efek apapun dari panas kuah makanan yang mengenai sebagian seragam dan celananya.

Kening siswi itu berkerut tidak percaya menatap Eral. Ia hanya berniat ingin bertanggung jawab, tapi malah dituduh??

Ia menyentak tangan kekar itu sampai lepas. "NO! Aku nggak sengaja. Kok marah si??" Bantahnya tegas. Meski dalam hati mengaku bahwa ia memang tidak sengaja mendengar percakapan itu.

"Mata dipake. Lo bikin rugi."

"Kamu juga. Liat kan makanan aku tumpah?! Aku udah minta maaf! Makanya telinga tuh dibersihin! Korek yang bener! Pasti kotorannya segede gendang!" Omel beruntun siswi itu tak ramah. Ia yang tadinya ingin membantu, seketika rasa respect-nya hilang berganti amarah.

Eral melirik nametag siswi itu, tertulis disana 'Greisy Willen'.

Grei tak peduli lagi. Ia menjauh dan berlutut memungut pecahan mangkuk dan gelas yang tercecer.

"Gitu ya?" Eral geram. Ia mendekat lagi tanpa Grei ketahui.

"Iya! Otak juga ternyata lemot!" Ia terlanjur kesal dan jadilah begini, tidak bisa mengendalikan mulut pedasnya.

"Terus lo mau diem aja?" Lagi lagi Eral mencekal pergelangan tangan Grei saat sudah kembali berdiri.

"Ish!" Hentak Grei kasar melepas cekalan lalu menaruh nampan isi kepingan beling itu di meja terdekat.

Ia menarik beberapa lembar tisu yang tersedia meja. "Iya, aku minta maaf. Ini aku bersihin." Ketusnya tentu masih kesal.

"Pergi."

Grei sesaat bergeming ditempat, ia mengerjap dengan kening berkerut bingung.

Belum sempat tisu menyentuh noda, tapi ia diusir? Jadi mau cowok ini apa??

Sadar dari sekejap diam, ia kembali pada raut kesalnya. "Yaudah sih. Kamu juga pergi jauh sana! Aku kesini kan karna laper!" Ia berbalik dan pergi. Tak lupa membawa nampan tadi yang kemudian isinya dibuang. Ia tak ingin menghiraukan lagi cowok itu.

Kini tujuan Grei adalah stand makanan yang sama.

"Ibu, aku mau pesan lagi satu." Tuturnya pada penjual. Nada bicara Grei sudah kembali ramah.

"Kamu ini, ngga makan berapa hari Grei??" Tanya penjual itu tersenyum jahil.

Helaan napas gontai terlihat dari Grei sembari ia memberikan nampan kosong. "Maaf ibu, yang tadi itu jatuh dan mangkuknya pecah. Tapi besok aku ganti." Ucapnya sangat yakin pada kalimat akhir.

Ibu penjual itu malah tertawa dengan tingkah murid perempuan yang ia kenal periang dan ceria ini.

"Ngga usah, Grei." Tutur lembut ibu itu sambil membuatkan lagi semangkuk mi kocok. "Dan itu biarin aja ya, ibu yang bersihin." Ucapnya lebih dulu melarang karena ia tahu Grei pasti tidak akan mendiamkan lantainya kotor akibat perbuatannya.

QUEEN-ZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang