🔹35🔹
Shyness.
.
.Tepat saat Gavi menemukan nama 'Adipati Gentala', cukup jauh dari arah belakangnya ada suara Reiga yang berteriak memanggilnya. Gavi segera menyimpan kalung itu kembali ke dalam tas Ara beserta selembar kertas yang tadi ia simpan di sampingnya.
Setelah itu Gavi menggendong Ara. Karena ada Reiga, sekalian saja ia menitah anak itu membukakan pintu mobil, lalu mengusirnya kembali masuk ke acara. Reiga menurut saja karena Tama juga menunggunya. Lagian, Ara tertidur, Reiga tidak mau sampai mengganggu Ara.
Untungnya Gavi mengendarai kendaraan roda empat. Jangan salah, ia juga punya kok. Biasanya Gavi gunakan untuk perjalanan jarak jauh. Tapi untuk sehari hari ia lebih sering menggunakan motor. Lebih leluasa untuk keperluannya, intinya begitu alasan Gavi.
Sebelum menutup pintu, sejenak Gavi menatap Ara yang terlelap di kursi samping kemudi. Senyum teduhnya kembali terulas. Baru kali ini ia pulang dalam keadaan tenang usai menuruti permintaan ayahnya.
Gadis ini mampu mengalihkan kebenciannya dari sang ayah, dan membuatnya lupa akan masalah, serta sekaligus mengobati rindu pada sosok perempuan berharga yang sebelumnya hanya berasal dari sang bunda.
Baru saja ia hendak menutup pintu, sebuah suara dari belakangnya berasil menginterupsi kedamaian Gavi. Rautnya seketika berubah sengit.
"Thankyou." Bariton itu membuat Gavi menoleh dan berbalik ke belakang.
"Tapi lo cukup anter sampai sini." Lanjutnya kala mereka sudah berhadapan. Lelaki ini Haidar.
Mengetahui siapa orang itu, kedamaian hati Gavi malam ini seketika berceceran memuai. Ia melirik ke belakang Haidar, ada Lamborghini hitam milik Ara terparkir di sana.
Gavi ingat betul alasan Ara menolaknya. Ara itu tegas dan Gavi yakin Ara tidak munafik. Jadi, ia bisa pastikan Haidar bukan lelaki istimewa untuk Ara.
Ingat, hubungan saudara Ara dan Haidar tidak sedikitpun terpublish pada publik. Jadi Gavi tidak tahu mereka itu kaka adik.
"Lo supir Ara?" Tanyanya curiga meski sudah ia kemas dengan pikiran se-positif mungkin.
Alih alih menjawab, Haidar langsung maju untuk membawa Ara. Tapi tak Gavi biarkan begitu saja. Cowok bernentra biru itu menghalangi jalan Haidar.
"Gua ga akan percaya berandal kaya lo."
Kepala Haidar mangut mangut pelan. "Gua juga ga akan percaya orang asing kaya lo." Tatapnya memicing samar.
Dari awal Gavi sudah menganggap Haidar musuh, terlebih saat ia tahu siapa Haidar dari Keenan. Gavi benci dunia bisnis. Jadi wajar kalau ia memandang remeh dan tidak peduli siapa Haidar, juga tidak mengaku Haidar orang penting untuknya.
"Lo boleh jenderal di mata pengusaha. Tapi buat gua lo tetep berandal yang manfaatin Ara." Tatapan Gavi kian tajam menampakan permusuhan, beda dengan Haidar yang nampak santai.
"Berandal, ya. Oke, se-merdeka lo aja." Lagi, Haidar tidak ingin meladeni Gavi. Ia melanjutkan niatnya membawa Ara. Tapi baru dua langkah lebih dekat, hantaman kasar ia dapatkan di rahang dan membuat dirinya sedikit terhuyung ke samping.
"Pergi." Maki Gavi rendah. Tilikannya menghunus tajam Haidar. Tak sedikitpun membiarkan laki-laki yang ia anggap berandal itu menyentuh Ara.
Haidar memejamkan mata. Rahangnya mengeras. Kita tahu kesabaran Haidar setipis sehelai bulu kucing dibagi 7. Tapi lelaki itu berusaha keras meredam amarah. Ia atur napasnya yang bergemuruh emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN-ZA
Teen Fiction"So' mau ngehukum! Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!" Sentakan menggema itu adalah peringatan dari Ara. Aura sekitar seketika mencekam membuat bulu kuduk meremang. "LEPASIN BANGS*T!!" Gavi meronta sekuat tenaga, tapi berkutik sedikitpun jug...