🔹29🔹
Menipu Penipu.
.
.Tiga cowok itu keluar dari dapur dengan bekal masing-masing. Daffin membawa sepiring nasi goreng, Eve dengan semangkuk mi kuah telur setengah matang, dan Gavi hanya membawa segelas susu jahe hangat.
Daffin Eve duduk bersila di sofa, sedangkan Gavi tetap di bawah, hanya lebih dekat dengan posisi Ara yang kini orangnya tidak ada di ruangan.
Melirik ke bawah meja, Gavi lihat ada selembar foto yang menarik perhatiannya. Ia raih foto itu bertepatan Ara menutup pintu kamar mandi dari luar lalu mendekat kembali ke meja.
Foto itu berisi potret gadis kecil berpelukan hangat dengan ibundanya. Senyum lebar terulas penuh sukacita dari wajah keduanya yang bagai kembar beda zaman. Pancaran aura cerah dari si gadis kecil, dan lembutnya kasih sayang begitu tulus dari sang bunda.
Dress putih melekat dengan mahkota bunga di kepala, membuat dua perempuan itu seperti bidadari yang mampir di ladang bunga bermekaran. Siapapun yang melihatnya pasti akan terbawa arus kebahagiaan mereka dan membuat jiwa tenang, termasuk Gavi.
Meski yang Gavi tahu, gadis kecil itu kini belum pernah menampakkan aura cerah, setidaknya Gavi tidak lagi punya pikiran negatif bahwa Ara seorang mafia, pembunuh berantai atau semacamnya. Ketegasan dan wibawa gadis itu mungkin diturunkan dari sang papah. Gavi yakin itu.
"Nyokap lo kapan di rumah?" Tanya Gavi mendongak pada Ara di sampingnya yang masih berdiri.
Ara sedikit membungkuk untuk mengambil foto yang Gavi pegang. "Ngapain cari nyokap gue?" Ia menyimpan foto itu kembali ke kotak hitam, membenahinya ke laci terdekat, lalu kembali duduk anteng.
"Mau kenalan."
"Weiss, sat set sat set ya pren. Bagus nih caramu, patut diacungi kelingking." Cengir Eve memuji menyuguhkan kedua jari telunjuk.
Kepala Gavi tertumpu ke tangan yang sikutnya menumpang ke meja. Ia menoleh penuh ke samping dimana Ara duduk.
"Kapan? Gua mau minta restu buat deketin anaknya." Satu tangannya bergerak iseng menyelipkan anak rambut Ara ke belakang telinga. Ara spontan menoleh untuk menghindar. Tatapan was-was kembali hadir di manik hitamnya.
'Gue ga akan kasih izin lo sama Ka Haidar. Dia bukan homo.' Batin Ara tak suka.
"Kalo waktunya pas." Itu saja kata Ara setelah barusan kembali lanjut menulis. Ia tidak mau ribet.
"Lancar bener tuh nulis kek jalan tol." Puji Daffin. Maniknya berbinar melirik tangan Ara mencatat tulisan mandarin.
"Ya wajar lah, sekolahnya kan yang kalo pagi makan roti, keju, sama susu."
"Ya nggak wajar lah. Ini Ara pasti chindonya asli."
"Emang yang palsu kek mana?"
"Nih, chindo itu di wakanda ini ibaratkan suku. Mereka turunan tionghoa bukan langsung dari salah satu ortunya, tapi dari moyangnya uyut uyut moyang yang mereka sendiri bisa jadi kaga kenal."
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN-ZA
Teen Fiction"So' mau ngehukum! Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!" Sentakan menggema itu adalah peringatan dari Ara. Aura sekitar seketika mencekam membuat bulu kuduk meremang. "LEPASIN BANGS*T!!" Gavi meronta sekuat tenaga, tapi berkutik sedikitpun jug...