🔹30🔹Meja Makan Petaka

290 26 2
                                    

🔹30🔹
Meja Makan Petaka

🔹30🔹Meja Makan Petaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

"Buka dong hordennya. Jadi nuansa kasur pergi dan ga bikin ketiduran lagi."

Cahaya matahari dan udara segar masuk lebih leluasa melalui celah yang baru saja Gavi buka. Ia berada di kamar Ara. Gadis itu ada di sofa, sedang tiduran bersedekap dada dengan sepasang masker nemplok di bagian bawah kedua matanya.

"Hebat, bisa rawat mata tanpa kantung. Padahal lo punya insom." Gavi sudah berlutut di sebelah Ara, menatap lembut Ara yang tidak minat menyahut.

"Turun yu?" Ajak Gavi. Tampilan segar bernuansa kasual Ara menandakan gadis itu sudah bangun sejak tadi dan telah melewati rutinitas paginya.

"Hm, entar."

Dilihat sudah cukup, Gavi comot masker itu lalu membuangnya. Ia kembali berlutut di sebelah sofa Ara berbaring. Satu tangannya mengusap lembut bagian bawah mata Ara. Mungkin bisa terhitung berapa kali ia menyentuh wajah Ara, dan kulit lembut itu selalu terasa dingin.

"Tangan lo siluman ulet!" Tegur Ara tak suka. Matanya masih terpejam.

Gavi terkekeh pelan. Tangannya menjauh, tapi sekarang ia bangunkan tubuh Ara sampai posisi duduk menyender. Tidak ada protes ataupun suara, Ara nurut saja dan matanya masih tertutup.

"Hati lo kemana sih?" Gavi naik ke sofa, bersila menghadap penuh pada Ara.

"Gue gadein ke tukang loak." Ketus Ara asal.

"Gue mau hati lo, Ra. Boleh?" Izin Gavi lembut.

"Gue kenalnya setan pelawak, belom pernah tau ada yang psikopat. Lo pendatang mana?"

Ara berkata demikian lantaran biasanya ia mencari hati manusia dengan membelah dadanya lalu diberikan pada Megalodon. Itu psikopat kan? Dan Ara tidak pernah tau ada aktivitas 'mereka' di dekatnya tiap kali ia tengah mengeksekusi.

"Gua kasarin, lo lawan. Gua diemin, gua yang penasaran. Gua lupain, gua yang gabisa. Gua deketin, lo biasa aja. Makin gua lembutin, gua kaya pdkt sama tembok. Ujungnya berakhir gua kalah, ga ada yang berhasil atau sesuai ekspetasi." Tutur Gavi curhat. Tatapannya tak lepas dari wajah Ara. Raut Gavi juga sedikit rumit menandakan keheranan.

"Lo pake susuk ya? Atau pelet?" Tebak Gavi buruk sangka, tapi tidak sungguhan.

"Hm, semar mesem." Sahut Ara sekenanya, dan masih enggan membuka mata.

"Inget, jati diri lo cewek. Harusnya lo bisa baper." Kini Gavi setengah kesal dengan raut sedikit cemberut.

"Hati gue lagi ada kontrak cosplay jadi batu Malin Kundang."

"Gapapa gua balik?" Gavi abaikan jawaban itu, ia tahu Ara hanya asal bunyi.

"Sana. Silahkan pergi ke akhirat." Seringai tipis terbesit dibibir Ara.

QUEEN-ZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang