🔹22🔹
Asing.
.
.Sampai di sana, Gavian masuk dan langsung disuguhkan pemandangan sepasang insan. Orang yang ia cari sedang berada di pelukan Xander.
Tatapan Xander tertuju intens pada si tamu yang tiba-tiba muncul itu.
Tiga detik sampai akhirnya Gavi membuang muka di tempat berdirinya. Tangannya mengepal menahan rasa aneh yang tengah bergejolak.
Ada yang panas tapi bukan matahari. Entah, Gavi geram, risih, bahan tidak suka melihat mereka. Ia sendiri bingung. Tapi ia lebih menganggap dirinya kini merasa malu. Itu saja.
Lalu, baru Ojan dan Malik sampai di ruangan dengan Ojan yang berhenti mendadak dan membuat Malik menubruknya.
"Duh Jan, berenti tuh pake lampu merah kek. Minimal kuning lah." Protes Malik.
"Lu punya rem aja yang ga pakem, kecap!"
Mengabaikan perdebatan itu, kini Gavi berpikiran ingin balik badan dan pulang. Tapi nyatanya yang ia lakukan malah duduk di sofa, dengan Ara berada di tengah.
"E-itu, anu, mau ngomong sama Ara katanya." Ucap Malik to the point meski segan.
"Udah gua bilangin Ara lagi istirahat, tapi-" Imbuh Ojan dan terpotong ucapan Gavi yang tiba-tiba menyerobot;
"Jangan kebanyakan chamomile. Apalagi udah ngga tidur berhari hari. Walaupun obat herbal, tapi tubuh tetep butuh istirahat murni." Tutur cowok itu datar menatap lurus ke depan, enggan melihat sepasang insan di sampingnya.
"Istirahat murni itu.. tidur? Tapi aku sih lebih butuh susu murni Pangalengan, enak deh." Gumam setan buku menyanggah obrolan manusia baru di galeri itu.
Merasa ada kegaduhan, Ara yang belum sepenuhnya terlelap jadi melengguh dan sedikit menggeliat terganggu. Maka agar tenang kembali, Xander sigap mengusap kepala Ara.
"Udah? Lo boleh pergi." Lirik Xander sinis, jelas tidak suka.
Hening.
Cuaca di luar tidak hujan, ditambah banyak angin dan sedikit mendung. Tapi di ruangan ini, aura keheningan ini, rasanya cukup mencekam dan membuat makin tidak nyaman.
Dehaman Ojan memecah suasana, ia mengkode Malik, mengajaknya cepat-cepat pergi dari sana.
"Xan. Kita ke atas duluan ya, udah ada Eral." Tutur Malik takut takut.
"Bilangin, gua ga ikut rapat. Ara lagi tidur."
"O-oke,"
Mereka berdua langsung ngacir keluar sambil elus dada dan menghela napas bebas.
Isi galeri tinggal tiga orang.
"Ara."
Oh ayolah, kalau ada pertanyaan untuk apa Gavian memanggil Ara dan masih berada disana, ia sendiri tidak bisa menjawab. Ia lebih sanggup diberi soal lisan segala mata pelajaran terlebih kimia, daripada memikirkan dirinya sekarang ini.
"Biarin dia tidur. Gausah ganggu kalau gamau ketiban cara kasar."
Tapi rupanya ancaman Xander tidak membuat Gavi berkutik dari tempatnya. Dengan raut tetap datar, ia malah menarik Ara agar berpindah ke pelukannya.
Ara yang di posisi lemas bahkan hampir tertidur, jadinya ia ikut terbawa. Gadis itu hanya sedikit menggeliat yang langsung ditenangkan Gavi dengan usapan lembut di bahu dan kepala.
"Xander mau rapat." Ucapnya pelan, tidak ada nada ketus atau dingin sedikitpun.
Mendengar suara asing, Ara mendongak dengan mata setengah terbuka sayu. Dua detik, ia kembali ke posisi nyamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN-ZA
Teen Fiction"So' mau ngehukum! Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!" Sentakan menggema itu adalah peringatan dari Ara. Aura sekitar seketika mencekam membuat bulu kuduk meremang. "LEPASIN BANGS*T!!" Gavi meronta sekuat tenaga, tapi berkutik sedikitpun jug...