🔹34🔹
Kolega, Saudara, dan Ara.
.
.Minggu,
9.15 malam.Lampu bernuansa warm tergantung rapi menjadi penerang sekaligus menghiasi taman hijau pada suatu acara yang diadakan di outdoor ballroom. Ada pula beberapa lilin turut melengkapi suasana hangat di sana.
Riuh bincang para tamu berpakaian formal terdengar karam oleh alunan senandung pelengkap yang berasal dari live music di sudut taman. Hal itu menambah kesan elegant yang menenangkan di waktu akhir Minggu malam dalam pekan ini.
Namun kenyamanan itu tidak berlaku bagi satu insan berbalut pakaian jas formal navy yang duduk di kursi bar sembari men-scroll asal tampilan aplikasi di layar ponselnya.
Sejenak ia menyesap gelas yang berisi strawberry mocktail. Bahkan ia tidak minat berada di acara ini meski hanya untuk menikmati deretan pilihan minuman yang tersaji, termasuk beberapa alkohol yang menjadi favoritnya.
Ia menyapu pandangan ke sekitar, menatap malas puluhan orang-orang di pusat acara yang katanya 'penting' itu. Yah, terserah mereka saja, Gavi hanya butiran beras.
Tidak, bukan karena tidak dianggap, justru kehadiran Gavi adalah momen bersejarah. Mereka sangat tersanjung akan keberadaan sosok putra pengusaha nomor satu di Asia. Kata berita sih gitu. Jangan bahas, mood Gavi jadi makin tandas.
Tapi satu fakta kebenarannya, kehadiran Gavi membuat para gadis yang malam ini turut serta dalam acara merasa beruntung. Sejak Gavi menginjak kaki di acara ini mereka terus berdatangan demi menyita perhatian anak tunggal atas marga Prazaischa itu.
Walaupun Gavi tinggal berpisah dari orang tuanya, tapi tetap saja ia dipandang sebagai pewaris tunggal dari seorang pengusaha ternama. Ia sosok bujang menggiurkan incaran banyak gadis serta para orang tuanya. Tapi catat ini, Gavi sama sekali tidak tertarik pada mereka. Tidak satupun.
Lantaran tidak mau meladeni para gadis matre dan berbincang tak jelas dengan orang orang penting itu, alhasil Gavi memilih menetap di sudut sepi ini.
Maniknya tengah sambil mengedar mencari keberadaan Tama-adik kandung Azkia. Meski Gavi bisa saja datang sendiri, tapi ayahnya meminta Tama tetap ikut hadir untuk memastikan Gavi berada di acara ini sampai selesai.
Tak lama, ia menemukan sosok lelaki berperawakan tinggi yang tengah berdiri seorang diri di dekat bar sembari memegang ponselnya. Langsung saja Gavi beranjak menghampiri Tama. Padahal barusan ada seorang gadis yang duduk di sampingnya dan hendak menyapa. Tapi Gavi tak peduli, ia anggap itu kutu rumput.
Gavi akui karisma Tama berwibawa level 99+++. Tubuh tinggi tegap berbalut setelan jas berwarna silver, serta rambut klimis tertata rapi. Dokter ahli kardiologi sekaligus kepala rumah sakit itu tampak gagah meski sudah berada di usia kepala tiga setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN-ZA
Teen Fiction"So' mau ngehukum! Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!" Sentakan menggema itu adalah peringatan dari Ara. Aura sekitar seketika mencekam membuat bulu kuduk meremang. "LEPASIN BANGS*T!!" Gavi meronta sekuat tenaga, tapi berkutik sedikitpun jug...