🔹31🔹
Trauma Ara.
.
.Dalam tundukannya mata Ara terpejam erat bersama genggaman yang mengepal kuat pada tangan Gavi. Jeritan kencang Ara lalu tertumpah seakanmeluapkan segala beban dari siksaan masa lalu itu.
Setelahnya, isakan Ara mulai terdengar tanpa suara dengan tubuh bergetar. Napasnya memburu disertai sesak dan pening hebat di kepala.
Ara melepas tangannya dari Gavi dan beralih menutup telinga sembari menjambak kuat rambutnya sendiri, berharap tayangan itu hilang dari otaknya.
"Ara stop!!" Gavi berusaha menghentikan meski kesulitan.
Bukanya berhenti, Ara kini malah memukul mukul kepalanya. Gavi tahan kedua tangan itu lalu mendekap Ara dalam pelukannya.
Gavi tidak tahu apa yang dilihat Ara dan dialaminya dulu. Tapi ia juga turut terbawa dan merasakan kepiluan sebuah masa lalu getir.
Gadis yang sejauh ini Gavi kenal kuat, tidak lemah atau layaknya remaja perempuan lain, ternyata ia menyimpan luka. Luka yang sempat Gavi cari beberapa hari lalu. Ini jawabannya.
"Ara. Liat mata gua." Gavi beralih menangkup wajah Ara, menyingkirkan helai rambut yang menghalangi, menyeka pelan pipi Ara yang basah karena air mata. Ia giring pandangan Ara agar menatap matanya langsung.
"Bangun Ra. Sadar. Lo ada di rumah. Dan sekarang ga ada kejadian apa apa. Lo aman.."
Manik mereka bertemu dengan Ara yang jauh dari kata baik. Ara belum kembali, manik hitamnya masih menyorot rasa takut dengan napas tersenggal.
Setelah sesaat menatap iris biru Gavi, seketika Ara tersadar dengan sejenak samar kebingungan. Tilikannya langsung tertuju pada lantai, kemudian tangan, lalu berakhir di meja makan.
Gavi bawa lagi tubuh Ara dalam dekapannya. Baru beberapa detik, tapi nyatanya Ara masih tertawan dalam kilas insiden itu. Akibatnya, bukannya tenang, ia justru makin tidak terkendali. Ia dorong tubuh Gavi lalu menyabet kunci motornya dan lari ke luar rumah.
"ARA!"
Ara menaiki kuda besi milik Xander lalu meluncur ke jalanan. Ia melesat dengan kecepatan penuh tanpa peduli kiri kanan atau kendaraan sekitar. Dalam benaknya hanya ada cuplikan pendek dimana ia melihat potongan tubuh sang mamah terpisah jadi sekian bagian dan dikemas dalam koper dengan lumuran darah segar.
Gavi segera menyusul. Ia juga sempat meraih ponsel Ara yang berada di meja makan karena tadi berdering tepat saat Ara pergi. Lantaran merasa harus ditanggapi, sembari berusaha mengejar Ara, ia angkat panggilan itu dimana ada nama Aka tertera di layar.
"Lo udah pergi Za?"
"ARA BERENTI! BAHAYA RA!" Teriak Gavi lantang kala posisinya mulai mendekat dengan Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN-ZA
Teen Fiction"So' mau ngehukum! Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!" Sentakan menggema itu adalah peringatan dari Ara. Aura sekitar seketika mencekam membuat bulu kuduk meremang. "LEPASIN BANGS*T!!" Gavi meronta sekuat tenaga, tapi berkutik sedikitpun jug...