🔹42🔹
Sup Rasa Rindu
.
.
.Baru kemarin Ara kembali ke Adhara Hospital, dan hari ini ia putuskan untuk memperbolehkan orang lain menjenguknya. Tidak mungkin kan, Ara yang jelas jelas tertikam dan kritis tapi tiba-tiba menghilang dan terlihat lagi dalam keadaan bugar. Kalau seperti itu, orang yang kemarin terlibat kejadian pasti tidak akan diam tanpa curiga.
Nah, pihak lain itu termasuk Zheodrix serta yang terlibat saat kejadian kemarin. Dan hari ini, jam besuk Ara diisi oleh Gavi dan sepaketnya atau Precious.
Namun ternyata Keenan sudah lebih dulu berada di ruangan Ara. Ia pisah dari sekawannya dan datang lebih awal.
Tapi sepertinya ruangan Ara sekarang sedikit menegangkan akibat bingkisan bawaan Keenan.
"Princess, boleh gua cek dulu?" Izin Eral.
"Lo pikir gua masukin sianida buat racunin Ara?" Geram Keenan tak terima.
"Bukan. Mungkin lem tikus." Eral menilik tajam. Ia lalu mengambil sebuah apel dan dikupas untuk Ara.
"Perasaan matahari cerah ceria. Tapi ko berasa di kulkasnya mbak Siska Kohl ya?" Gumam Ojan merinding.
"Lo tau merk kulkasnya Jan?"
"Tau. Ituloh, Beko Intropert."
Kembali ke Eral dan Keenan yang masih bersitegang dingin.
"Lo lupa kalau gua tamu Ara?"
"Tamu ga menjamin bukan musuh."
Ya, Keenan adalah tamu Ara kemarin. Keenan yang lebih dulu tahu dari Gavi maupun Sherly kalau Ara berada di Adhara. Ia yang lebih kenal dekat dengan Mr. Esther, jadi Ara percayakan surat izinnya pada lelaki itu.
"Jan, lo ada bendera kuning?" Tanya Malik menatap Eral Keenan setengah was-was.
"Hah? Siapa yang meninggal?" Ojan menoleh heran.
"Nyali gue." Cicit Malik menghawatirkan. Rautnya hampir menangis dan tubuh merengkut ke Ojan.
Ya gimana tidak ciut, Malik kenal Eral dan Keenan. Iapun tau betul amarah keduanya. Kalau disatukan ya bisa jadi tempat ini ambyar.
"Solusinya mending kita ke Haidar, minta panggilin bestinya." Saran Ojan.
"Siapa?" Kali ini Malik yang menoleh.
"Ivanna." Jawab Ojan, karena Eral dan Ivanna berasal dari negara yang sama.
"Gausah Jan, disini udah ada."
"Hah? lo bisa liat? Sejak kapan?" Ojan kepo.
"Gua gapernah buta sih."
Ojan memutar bola mata samar. "Mana Ivanna?"
Malik menunjuk Ara dengan dagunya. "Tuh, ratu kita juga tukang potong kepala. Dia bonus ada nyawanya. Keren kan?" Bangganya.
"Excuse me? Perang dingin kalian rame. Tapi gue gamau fasilitas rumah sakit rusak. Kalian bisa lanjutin di lapangan." Saran Ara halus dan berhasil mengalihkan ketegangan dua lelaki itu.
"Lapang apa Ra?" Tanya Malik.
"Teletubbies." Sahut Ara asal.
Tanpa pamit atau kata apapun Keenan menjauh dari sana dan sepertinya ia memutuskan pergi. Namun perkataan Ara selanjutnya menghentikan langkah Keenan dan sejenak ia membalikkan badan.
"Laka? Gue ga ahli bujuk orang ngambek. Gue juga gapunya tukang balon langganan." Ucapnya tersenyum jahil.
"Gue mau ambil titipan." Tutur Keenan dingin tapi lebih baik daripada ke Eral tadi. Ia lalu keluar dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN-ZA
Teen Fiction"So' mau ngehukum! Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!" Sentakan menggema itu adalah peringatan dari Ara. Aura sekitar seketika mencekam membuat bulu kuduk meremang. "LEPASIN BANGS*T!!" Gavi meronta sekuat tenaga, tapi berkutik sedikitpun jug...