🔹21🔹Karma

442 26 23
                                    

🔹21🔹
Karma

.
.
.

"Dimana lo?"

"Warung merah." Ketus Gavi malas.

"Wih, caramu epik juga pren!" Puji Daffin. Pasalnya tadi Gavi hanya izin ke toilet. "EPE~~ MAEN YOOKK! Kita berkunjung ke Gapi yang tertelan toilet!" Disana Daffin menghampiri Eve begitu girang.

Gavi langsung mematikan sambungan telepon, ia malas mendengar ocehan Daffin yang tak ramah di telinga itu.

Tak lama, Daffin Eve sampai di warung bernuansa warna merah yang letaknya di belakang sekolah. Kantin ini bukan area sekolah dan tempatnya cukup luas. Kalau mereka saking malasnya mengikuti pelajaran, warung merah ini jadi tempat pelarian mereka.

"Ada apa kunaon pren?" Daffin duduk di sebelah Gavi sembari merangkul hangat.

"Keenan mana?" Gavi tak menghiraukan pertanyaan Daffin. Ia kini begitu dingin. Sorot matanya seakan menyimpan amarah.

"Lagi disuruh Bu Tut periksa ulangan." Jawabnya terkekeh geli. "Merana tuh anak gabisa ikut mabal."

"Kakanda yang satu itu kan murid teladan." Eve baru sampai dengan dua piring makanan setelah tadi suit dulu siapa yang membayar.

"Emang elu, mentang mentang ada pawang kimia, sampe tugas sekolah nyontek mulu ke Gapi." Nyinyir Eve setelah meneguk minumannya.

"Ngaca. Ente juga." Daffin tak mau kalah. Mereka musuhan seperti ngambek ala cewek. Tapi percayalah, itu tidak akan awet.

Ditengah kunyahannya, manik Eve menemukan bola kertas di bawah meja yang sudah diremas jadi bola kecil. Karena penasaran, ia ambil kertas itu dan dibuka.

"Eh, apa tuh pren?" Daffin ikut penasaran. Nah kan, dengan sendirinya mereka sudah baikan lagi. "Surat cinta ya?"

Eve membaca duluan. Daffin menatap Eve dengan mata berbinar menunggu karena posisi duduk mereka berhadapan.

Eve menggaruk tengkuknya bersama gelagat kikuk tak enak. Itu adalah surat ancaman dari Tuan Praza, papah Gavi.

"Hehe, iya Dap, surat cinta untuk Starla." Sembari memberikan kertas pada Daffin.

Sedangkan Gavi, tangannya sudah terkepal kuat. Padahal emosinya tadi sudah sedikiiitt.. reda.

Rasa penasaran kemana Ara kemarin pergi bisa terjawab mudah, apalagi kalau bukan melalui Keenan. Setitik rasa bersalah muncul akibat buruk sangka pada gadis itu. Tapi bayang bayang Ara dengan Eral lah yang sulit hilang dan berakhir memicu emosinya.

Wah, pertanda apa ya ini bestie?

Dan pagi tadi saat keluar dari apartemen, ia mendapat surat sialan itu. Papahnya ingin bertemu Gavi langsung. Ia duga pasti ada hal penting. Seharian tadi Gavi jadi tidak fokus pada pelajaran.

Meja mereka kedatangan satu orang lagi yang membuat anggota Precious ternilai lengkap.

Keenan duduk di sebelah Eve, meletakkan tigas tas tentengannya di atas meja. Ia tidak heran dengan keheningan suasana kala melirik kertas yang sedang di oper-lempar Daffin Eve.

Atmosfir Gavi yang makin menggelap itu akibat ulah mereka berdua, lantaran membuka kertas yang padahal sudah Gavi buang. Mereka tengah saling tuduh sengit tanpa suara, hanya bisikan dan adu pelototan tajam sambil oper kertas.

"Ntar lo ada latihan air?" Tanya Gavi mendadak.

"Engga." Singkat Keen. "Tapi Ara ada. Dia langsung gantiin yang kemaren." Imbuh Keen seakan tau maksud Gavi. Keen ini orangnya memang abai, tapi bukan berarti ia tak peka. Bahkan tanpa bicara pun, ia bisa merasakan jika ada gelagat aneh orang sekitarnya.

QUEEN-ZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang