🔹27🔹
Maung Berkedok Meong.
.
."L-lagi.. ini.. om itu lagi main domba-dombaan kayanya. Ini aku mau tolongin, soalnya kasian sendirian gini, kayanya kepisah sama rombongan sampe pingsan."
Kemunculan mereka yang tidak terdeteksi Grei bahkan sekedar derap langkah, membuatnya kelagapan, terlebih melihat dua pemuda itu adalah Danendra dan Gibran, inti Zheodrix.
"Lepas. Dia bisa mati." Eral mengambil tali yang tengah Grei pegang lalu melepas kunciannya.
"O-oh? Oh iyah, iyah, maaf." Grei menunduk takut.
"Lo yang iket?" Eral sembari mendekat ke pria itu lalu membuka ikatan di leher.
Grei spontan mendongak. "B-bukan! Aku mana bisa lakuin itu." Elaknya panik. Kali ini Grei sungguh ketakutan. Ia khawatir Danendra dan Gibran curiga, apalagi mengingat siapa Zheodrix sebenarnya.
"Kenapa lo disini?" Tanya Malik lembut sedikit berhati-hati. Ia tentu curiga, was-was dan penasaran, tapi sekaligus juga kasihan.
"Aku.. nyumput. Soalnya tadi dia ngejar aku. Terus aku lari kesini. Nah pas udah ga ada suara apa-apa, ya aku keluar. E-eh malah lagi main domba dombaan. Gimana sih, gak konsisten banget mainnya, tadi lari, sekarang domba." Tutur Grei menceritakan kronologinya dan berakhir curcol.
Malik loading sejenak untuk mencerna penuturan gadis ini yang lucu tapi aneh. Lalu kekehan renyah terdengar dari lelaki itu.
Selanjutnya atensi mereka teralihkan oleh erangan pelan pria itu yang tengah menggeliat kecil.
"Lo keluar duluan. Bawa dia." Titah Eral. Ia ingin menuntaskan urusan dulu dengan pria itu.
Malik menggiring Grei keluar. Saat berpapasan dengan Eral, ia berhenti sebentar.
"Bos." Panggil Malik bersama tatapan dengan sirat kode peringatan agar Eral tidak kelepasan.
"Gua cuma mau ngobrol."
Malik lalu meninggalkan Eral dengan pria itu yang sudah mulai sadar sepenuhnya. Ia menyusul Grei yang tengah berdiri di halaman rumah.
"Kalian curiga ke aku?"
"Tadi kita denger suara teriak. Itu elo?"
"I-iyah, aku dikejar orang itu." Grei menunduk takut lagi.
"Kalo gak percaya tanya aja sama korbannya." Lanjutnya kembali mendongak meyakinkan Malik.
"Eh, tersangka. Eh?" Grei jadi bingung sendiri. "Tau ah. Pokonya tanya ke om itu aja."
Malik tertawa kecil. Ternyata gadis ini memang anehnya natural.
"Murid Laverta ya?" Tanyanya lantaran ini masih area Laverta. "Ngapain malem-malem keluar?" Imbuh Malik setelah barusan Grei mengangguk.
"Aku laper. Makanan di pentry ga ada yang aku pengen. Tadi niat keluar eh dapet domba, tapi kw. Kecewa deh aku. Kasian kan?"
Sebenarnya Malik masih bingung menanggapi Grei lantaran masih merasa ganjil. Tapi curiganya itu ia tutupi dengan bersikap layaknya si ramah Malik.
"Yaudah, kita makan aja yok. Kalo kita tadi alurnya sih mau pulang. Tapi karna belom makan juga, dan abis kena iklan unfaedah itu, ya ayok sekalian makan bareng aja."
"Boleh deh. Caw!"
Bersamaan itu Eral sudah bergabung lagi. Tapi baru satu langkah, tiba-tiba Grei berhenti mendadak dengan kedua tangan terlentang.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN-ZA
Teen Fiction"So' mau ngehukum! Anda siapa?! Guru? Hakim? Aparat negara?!!" Sentakan menggema itu adalah peringatan dari Ara. Aura sekitar seketika mencekam membuat bulu kuduk meremang. "LEPASIN BANGS*T!!" Gavi meronta sekuat tenaga, tapi berkutik sedikitpun jug...