Lorna tidak menyangka, polisi datang menjemputnya karena laporan keterlibatannya dalam rencana penculikan. Sepanjang perjalanan ke kantor polisi, dia berpikir dan tidak menemukan jawabannya sampai tiba di kantor polisi dia melihat ketiga anaknya di sana, ditambah lagi dengan perdebatan antara Endang dan Satria. Kelihatannya dia tahu telah terjadi masalah dalam rencana mereka, dan ketiga anaknya yang bodoh telah membongkar kesalahan mereka termasuk melibatkannya.
Polisi tidak perlu bekerja keras untuk bisa mendapatkan pengakuan dari mereka berempat, Satria mengungkapkan semuanya karena dia tidak ingin terlibat sendiri dan menanggung hukuman sendiri.
Lorna masih berusaha melakukan pembelaan diri, hanya saja kesaksian ketiga anaknya tidak bisa membuat dia bebas. Suami dan menantunya yang mengetahui hal itu langsung menyusul ke kantor polisi membawa pengacara, tetapi karena bukti dan pengakuan mereka pengacara juga tidak bisa melakukan tindakan apapun kecuali menunggu kedatangan keluarga korban.
Kedatangan Val dan Perkasa di kantor polisi membuat Aris suami Lorna dan Eko suami Endang, langsung berdiri dan menghampir kedua orang itu.
"Kak Perkasa, Val. Kami minta maaf atas perbuatan mereka. Bagaimana keadaan Lucy? Apakah dia baik-baik saja?"
Perkasa dan Val mengangguk hampir bersamaan, "Kalian berdua meminta maaf jika mereka tidak menyadari kesalahan mereka, apakah ada gunanya? Cucu menantuku sekarang masih ketakutan akibat ulah mereka." kata Perkasa.
Val hanya diam tapi Eko dan Aris yang melihat tatapan juga raut wajahnya yang dingin, tidak berani mengusiknya. Mereka tahu Lorna dan lainnya telah bersalah dan kelihatannya mereka akan sulit untuk mendapatkan maaf dari Val.
Perkasa dan Val dipertemukan dengan Lorna dan ketiga anaknya, hanya Lorna yang berani menatap Perkasa dan Val yang menatap mereka dengan dingin dan rasa marah.
"Mengapa? Apakah karena ingin memberi Val peringatan atau pelajaran? Atau ingin membuat kami hutang budi dengan pertolongan kalian?" tanya Perkasa.
"Ya, karena kalian terlalu sombong. Tega melihat keluarga kalian menderita." Kata Lorna.
Perkasa mendengus kesal, "Tega melihat keluarga kalian menderita? Apakah tidak terbalik perkataanmu itu. Lorna, apakah pernah kamu berpikir apa yang membuat Val tidak memberi apa yang kalian minta? Anak-anakmu sudah dewasa, seharusnya mereka bisa berusaha sendiri, bukan terus meminta padaku atau bergantung pada kami. Kamu tahu jika H Group kubangun dengan usahaku sendiri, memang dengan uang warisan orangtua kita, tapi kamu juga menerima uang warisan itu, jadi seharusnya kamu tahu kalau kamu dan keluargamu sudah tidak memiliki hak atas H group. Tapi kalian selama ini bertingkah seperti aku harus membagi warisanku pada kalian, jika anak-anakmu bisa membangun usaha dengan benar dan menjalani kehidupan mereka dengan benar, aku tidak akan keberatan membantu, tapi melihat bagaimana mereka bertingkah sama seperti dirimu yang selalu mendapatkan apa yang harus mereka dapatkan dengan cara apapun, kurasa keputusan Val tidak membantu mereka sudah benar."
Lorna yang awalnya ingin membahas mengenai warisan, terdiam. Apa yang dikatakan Perkasa memang benar, tetapi tentu saja dia masih tidak bisa menerima begitu saja kekalahannya. Selama ini semua keinginannya selalu dipenuhi, jadi dia tidak akan mengalah dengan mudah.
"Kamu menyembunyikan keturunanmu untuk membuat kami berpikir jika kami yang akan mewarisi hartamu, apakah itu bukan tindakan yang sudah keterlaluan? Bahkan kamu lebih rela hartamu diwariskan pada keturunanmu yang tidak jelas asal usulnya dan entah benar itu keturunanmu atau bukan, bahkan sampai ketiga cicitmu, kamu juga membelinya supaya kamu memiliki penerus."
Perkasa yang awalnya masih menahan diri karena menghargai Lorna sebagai adiknya, hampir saja mengebrak meja karena perkataan adiknya, untung Val menahan tangan Perkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You
PoetryValentino Putra Hadinata, penerus tunggal H Group yang memberi kejutan pada semua orang jika Perkasa Hadinata memiliki keturunan, padahal saudara dan keluarga istrinya berpikir jika mereka yang akan mendapat warisan dari Perkasa. Mereka tidak menyan...