Teleponnya berdering dari nomor yang tidak dia kenal, "Halo."
"Halo. Apakah saya berbicara dengan Lucy?"
"Ya, ini siapa?"
"Saya Teguh, saya mendapat nomor ini dari tante Intan teman mama saya."
Raut wajah Lucy langsung berubah, dia tidak suka orang memberikan nomor teleponnya tanpa bertanya. Memang minggu lalu, tante Intan ada mengatakan jika dia akan mengenalkannya pada anak temannya yang juga bekerja di Jakarta, tapi Lucy ingat saat itu dia tidak mengatakan apapun, mungkin dia juga bersalah karena tidak mengatakan papun dan berpikir jika semua orang memiliki aturan yang sama dengannya.
"Apakah kita bisa bertemu, sekedar minum kopi atau makan malam untuk mengobrol." kata Teguh lagi dan Lucy merasa bukan hanya nomor telepon yang tantenya berikan, tapi juga fotonya. Dari cara bicara Teguh, kelihatan sekali dia seperti mengetahui bagaimana penampilannya. Menolak langsung pasti akan membuat tantenya mengomel pada orangtuanya atau bahkan melapor pada neneknya, jadi sekarang Lucy hanya bisa menerima tawaran itu.
"Boleh."
"Kamu bisa memilih tempat dan waktunya." Pergantiaan panggilan menjadi 'kamu' membuat Lucy semakin tidak nyaman, tapi sekali lagi dia tidak mungkin menolak secara langsung. Karena dia diminta untuk menentukan tempat dan waktunya, tentu saja Lucy akan memilih tempat dimana terdekat dan dia mengenalnya dengan baik. Lucy menyebut café hotel, "Waktunya, bagaimana jika besok sore, kebetulan saya di hotel sejak siang?" Besok hari sabtu, Lucy ada pekerjaan karena ada pesta yang menyewa ballroom hotel, sehingga dia harus mengawasi, jadi otomatis sejak siang dia akan berada di hotel dan karena bukan jam kerja wajib, dia bisa meluangkan waktu untuk menemui Teguh.
"Boleh juga, kita juga bisa melanjutkan makan malam di sana." kata Teguh.
"Maaf, untuk makan malam kelihatannya tidak memungkinkan karena ada pekerjaan."
"Malam minggu masih ada pekerjaan?"
Lucy tidak menjawab dan juga tidak memberi komentar.
"Baiklah saya tidak mengganggu waktu istirahatmu, sampai bertemu besok sore jam 4."
"Ya, selamat malam." Lucy meletakkan kembali telepon genggamnya di atas meja, dia belum di rumah, dia masih di kantor untuk memastikan semua persiapan pesta besok malam, jangan sampai ada yang kurang.
Lucy melanjutkan pekerjaannya, sampai pukul 9 malam. lebih baik pulang sedikit lebih malam daripada harus berkutat dengan kepadatan jalan di akhir pekan.
Setelah memastikan semua lampu dimatikan, Lucy melangkah menuju lift, menekan tombol turun dan menunggu lift tiba di lantainya. Betapa terkejutnya Lucy ketika pintu lift terbuka dan mahluk dengan julukan vampire ada di dalam kotak persegi itu. Lucy hanya berharap, vampire tidak mengenalinya dan tentu saja dia hanya menunduk dan tidak masuk, tetapi kelihatannya vampire tidak berpikir begitu.
"Bukankah tidak efesian jika lift ini harus naik kembali hanya untuk membawamu turun." Nada dingin dari suara itu membuat Lucy meraba tengkuknya tanpa sadar, kelihatannya dia tidak memiliki pilihan lain, selain masuk ke dalam dan berada di dalam ruang tertutup itu.
"Mengapa belum pulang?" Pertanyaan yang keluar dari mulut vampire membuat Lucy langsung menoleh, hanya saja vampire tidak menoleh padanya saat bertanya.
"Mempersiapkan dan memastikan tidak ada yang kurang untuk acara besok malam, sekaligus untuk menghindari kemacetan."
Tidak ada tanggapan dari vampire atas jawabannya, membuat Lucy menarik napas lega dan berharap segera tiba di lantai dasar, dan mengingatkan diri untuk tidak langsung lari keluar begitu pintu lift terbuka nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You
PoesíaValentino Putra Hadinata, penerus tunggal H Group yang memberi kejutan pada semua orang jika Perkasa Hadinata memiliki keturunan, padahal saudara dan keluarga istrinya berpikir jika mereka yang akan mendapat warisan dari Perkasa. Mereka tidak menyan...