Bab 6

182 12 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Atas saran dari sang guru, Mira pun benar-benar menyinggung kecurigaannya. Beberapa hari setelah melakukan kebohongan, Mira berkencan dengan Adit tepat jam 7 malam. Hanya saja suasana yang dia rasakan berbeda dibanding sebelumnya. Bahkan Adit fokus dengan makanannya, tanpa menghiasi obrolan.

Niat membuka pembicaraan lebih dulu, Adit justru memulai duluan. Tampak Adit menaruh sendok serta garpunya di mangkuk.

" By the way, Mir. Sejak kedatangan kita ke tempat ini, kamu terus saja menopang dagu. Terus gelisah gitu. Ada apa?"

Pertanyaan Adit malah membuat Mira terperanjat.

Maksud omongannya itu apa ya? Kok dia peka?

"Apa karena kita kencannya bukan di kafe?" Adit spontan mengerling sekeliling tempat yang terbilang kurang cukup luas. Beberapa pelanggan duduk di meja kecil sembari menikmati semangkuk bakso, juga ada kipas gantung yang terpasang di setiap sudut. Hanya untuk membuat pelanggan tetap nyaman.

"Di sini warung yang cukup terkenal, Mir. Makanya kuajakin ke sini daripada di kafe, kan?" tutur Adit sambil mengalihkan fokus kepada mie bakso yang masih sisa banyak di mangkuk.

Sementara Mira kembali menopang dagu tanpa menyentuh mie ayam miliknya.

Bagaimana caranya aku tanya ke Adit soal dirinya terus menerima telepon ya? Aku takut dia tersinggung, nanti dikata aku mengekangnya. Batin Mira ragu-ragu.

"Oh iya, Dit. Aku mau tanya sesuatu."

Adit yang tengah menyeruput mie justru mendongak, lalu cepat-cepat mengambil tisu untuk mengelap mulut.

"Tanya apa?"

"Kalau dipikir-pikir, setiap kali kita kencan, kamu selalu menerima telepon. Itu dari siapa?"

Adit terdiam, hanya menatap Mira yang tiba-tiba penasaran.

"Mustahil teman kamu menelepon. Atau mungkin ..." Mira memicing, memasang dugaannya.

"Itu dari bos," sela Adit cepat. "Bosku yang menelepon."

"Bos?" Kening Mira mengerut. "Masa? Ada kepentingan apa sampai setiap kali kita kencan, bosmu menelepon? Apa ada pekerjaan, atau bagaimana?"

Mira mencecar berbagai pertanyaan, dengan harap Adit bisa menjawab rasa penasarannya.

"Mira. Kamu memang suka curigaan begini ya sama aku? Kenapa kamu mikir yang aneh-aneh, padahal aku kerja dari pagi sampai malam loh?" tanya Adit heran.

"Aku ... curigaan?" Mira menunjuk dirinya sendiri, berseloroh. "Loh, aku kan cuma nanya. Ada hal penting apa sampai kamu terus ditelepon bos? Kita jadi nggak bisa menikmati momen-momen kencan kita, tahu nggak?"

Menanggapi Mira yang mulai tersulut amarah, Adit tiba-tiba berdiri dari kursi panjang. Pria kaos lengan panjang itu bergetar.

"Aku ke toilet sebentar. Kebelet pipis."

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang