Bab 74

62 4 1
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Pada malam hari, Mira menyempatkan diri untuk mencuci pakaian berdarah milik suaminya. Harapnya meski disimpan lama, dia bisa membersihkan noda darah yang membekas itu.

Mira sempat merasakan hawa-hawa merinding bila melihat lebih jauh pakaian tersebut. Ada beberapa area yang terkena robekan cukup kencang. Terlebih di bagian bahu. Bercak darah menyebar ke mana-mana. Mira menduga Firman dipukuli di area tersebut dan terbilang sangat keras sampai membuat Firman terluka begitu banyak.

Hingga saat ini, Mira sedang mencoba mengatur napasnya dan sebisa mungkin mengurangi tangisnya, terlebih bayang-bayang suara Firman yang merintih minta tolong masih terngiang dalam kepalanya.

Mira ... Mi ... Ra ...

Suara lembut yang tercipta makin membuat Mira tak dapat mengontrol diri. Sepertinya dia harus berterima kasih pada Lexi serta anak buahnya karena mendapatkan bukti rekaman Firman yang mencari-cari dirinya meski dalam keadaan terluka.

Tolong .... tolong aku ... tolong ...

Tidak, Mira tidak boleh mengingat suara itu. Mira berusaha menggelengkan kepalanya, namun usaha menahan air matanya sia-sia. Air mata mengalir begitu saja hingga menetesi lantai unit. Dia sungguh tak dapat membayangkan betapa tersiksanya Firman di tempat itu. Benar-benar kejadian mengerikan itu nggak akan mau dia ingat lagi.

Lebih baik fokus mencuci pakaian milik suami. Mungkin saja sewaktu-waktu dapat digunakan. Walau ada robek, bisa dia jahit.

Mira duduk di pinggir kamar mandi, menyiapkan penyikat serta alat penunjang cuci manual. Mira tetap memerhatikan kondisi janinnya, dengan membuatnya tidak menekan perutnya. Semaksimal mungkin Mira membuat posisi nyaman agar bayinya di dalam perut baik-baik saja.

Mira mulai menyikat pakaian Firman, dengan sepenuh jiwa raga. Mira berharap buih-buih yang keluar dapat mengeruh sesuai kecepatan mencucinya, namun sayang tidak menghasilkan apa-apa. Tetap saja ada bercak darah yang timbul dari pakaian tersebut. Entah dengan cara apalagi dia harus membersihkannya.

Jika disimpan bak pajangan di museum, sungguh mustahil. Mira tidak bakal sering melihatnya karena akan menyakitkan hatinya. Mira enggan membayangkan pedihnya rasa sakit yang dialami Firman di tempat itu.

"Apa kubakar aja ya?" usul Mira menatap kosong pandangan ke depan. "Bagaimanapun, aku mencucinya berulang kali, tetap aja nggak bakal hilang noda darahnya."

Mira mengingat kejadian berdarah itu hampir lima bulan lalu. Sudah sepantasnya, baju lengan panjang tersebut dibuang atau disimpan. Dalam artian, tidak layak pakai.

"Aku simpan sajalah."

Mira memutuskan tidak meneruskan aktivitas mencucinya dan memilih untuk membentangkan pakaian tersebut agar mempercepat keringnya baju milik Firman. Demikian untuk celana, memutuskan untuk menggantungnya di belakang pintu. Tak lupa pula dilebarkan.

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang