***
Firman yang mengenakan kemeja denim sedang duduk berhadapan dengan Gio, rekan kerjanya. Mereka mendiamkan beberapa minuman yang dipesan mereka di meja kotak berukuran sedang.
Pria berjaket kulit cokelat itu sempat melirik Firman yang fokus bekerja sembari kedua tangan menari di atas keyboard laptop. Ketukan pada setiap tuts menimbulkan bunyi begitu nyaring. Membuat Gio jadi bergetar. Belum pernah melihat Firman seserius itu. Bahkan Firman melempar sorotan tajam pada layar laptop.
"Tidak habis pikir dengan tim kita. Kenapa bisa kerja mereka nggak becus?" gerutu Firman diikuti geraman kecil. "Mereka ini sudah mengecek KPI* dengan benar? Sudah sesuai target atau belum? Kenapa performa iklan yang dibuat bareng-bareng justru menurun? Apa yang salah sebenarnya?"
Pria berambut cepak itu hanya menyesap minuman cokelat miliknya tanpa menanggapi amarah Firman yang meluap-luap.
"Kamu lagi ada masalah?" tanya Gio tanpa ragu. "Biasanya tuh masalah ginian bisa kamu hadapi dengan kepala dingin. Ini kenapa ..."
Spontan Gio terkejut saat Firman menutup laptopnya dengan keras. Lagi, Firman menggeram sambil mengusap wajahnya berulang kali.
"Aku nggak tahu gimana harus menghadapi semuanya!!" sergah Firman. Mendadak tangannya mengepal lalu memukul meja hingga menghasilkan getaran yang cukup kuat.
"Tahan amarahmu, bro. Lagipula besok kita ada meeting untuk bahas evaluasi. Siapa tahu kita bisa menemukan celah yang mana alasan kenapa performa iklan menurun," ucap Gio memberikan saran.
Firman membuang napasnya kasar. "Benar-benar tim kita tidak becus."
"Minum, minum." Gio langsung menodong minuman strawberry frappe tepat di wajah Firman. "Kamu jangan marah kayak gitu, dong. Besok kita cari sama-sama masalahnya."
Firman terengah-engah, berusaha mengatur diri. Mengingat dirinya yang mengurus bagian utama marketing, harusnya ada kerja sama kuat di antara timnya daripada membuatnya marah.
Lagipula, percuma meluapkan amarah, terlebih yang buat masalah juga tidak sedang di hadapannya. Benar kata Gio. Ada evaluasi di kantornya jadi dia bisa mencari masalahnya, daripada membuat Firman capek karena marah-marah sendiri.
Minuman yang Gio sodorkan padanya pun langsung membuat kepalanya jadi luruh, dalam sekali sesapan. Tentu, tidak salah Firman memesan minuman tersebut, kadang menu itu jadi favoritnya kala larut dalam pekerjaan.
Melihat Firman mulai tenang, Gio langsung bernapas lega dan kini ikut membuka laptopnya seraya mengecek pekerjaan yang tersisa.
"Aku mau beli croissant. Kamu mau nggak?" tawar Firman pada Gio.
"Boleh."
"Mau yang isian apa?" lanjut Firman menawarkan.
"Rasa dark chocolate."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Temporary Teacher
RomanceBerangkat dari keinginannya belajar digital marketing, membuat Mira mendesak Firman--sahabat lamanya-- untuk mengajari sesuatu padanya. Tanpa disangka, masa lalu Mira terkuak melalui perantara Firman yang sangat ingat betul kelakukan Mira di masa SM...