Bab 75

59 2 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Ayah. Andini nggak setuju Firman harus cerai dari Mira."

Heru menunda menyesap kopinya begitu Andini menceritakan keluhannya. Mereka hanya berdua di meja makan, sementara Nindya lebih dulu ke perusahaan untuk mengurus banyak pekerjaan.

"Maksudnya? Firman mau mengajukan cerai? Firman mau pisah dari Mira?" tanya Heru agak meninggikan suaranya.

Andini mengangguk kaku. "Andini nggak mau mereka pisah. Secara kan, Mira lagi hamil. Terus, mereka LDM karena Mira harus jaga kesehatan. Pun Mira sudah minta maaf atas kesalahannya. Apalagi? Mira masih bisa dikasih kesempatan kedua."

Heru melenggut membenarkan, lalu menuturkan pendapat. "Ayah juga ... nggak setuju. Kalau sampai ibumu tahu soal ini, bisa ngamuk dia," jelasnya lalu menyesap perlahan kopinya yang mulai mendingin.

"Pokoknya bagaimanapun caranya mereka tidak boleh pisah, Yah. Mira pantas buat dimaafkan."

Andini teringat kala Mira sempat datang ke rumah dan meminta maaf atas apa yang diperbuat di masa lalu hingga menyebabkan Firman nyaris mati saat itu. Jika Andini tidak salah ingat, itu sekitar dua pekan lalu. Mira yang dalam keadaan perut agak membuncit justru rela berlutut tanpa mempedulikan kondisi janinnya.

"Maafkan saya karena sudah menyakiti Firman. Saya sangat merasa bersalah, Kak. Kalau Kak Andini ingin saya dihukum atas kesalahan saya, saya nggak masalah. Atau kalau Kak Andini minta saya buat pisah dari Firman, saya nggak masalah juga."

Mira sendirian, di ambang pintu dan langsung berlutut. Andini sungguh merasa iba, kala tahu Mira inisiatif datang demi memenuhi permintaan maafnya.

Andini sudah diberitahu semuanya oleh sang ayah. Bahwa Mira adalah otak perundung Firman. Mira yang merencanakan penyerangan botol beling, sehingga adiknya berdarah-darah dan tidak masuk sekolah selama hampir sebulan. Namun ketika Heru mengungkapkan kejujuran terkait Mira, serta bukti rekaman Firman yang mencari-cari Mira, membuat pandangan Andini terhadap Mira berubah. Mira sungguh menebus kesalahannya dan rela berbuat apa pun. Termasuk Mira yang katanya bolak-balik laundry apartemen dan membersihkan satu unit. Itu sudah termasuk tindakan yang berbakti.

"Kak Andini pasti berpikir kalau saya tidak ada pengaruhnya buat Firman, kan?" Mira bertanya seraya menahan tangisannya. "Sejak SMA, saya merasa iri sama Firman karena punya kepintaran di atas rata-rata. Lalu saya merundungnya karena saya nggak suka jadi objek perbandingan. Saya nggak mau merasa tersaingi olehnya, makanya saya menyerangnya juga. Saya nggak suka sama Firman."

Sembari tersenyum, Andini berjongkok dan menyesuaikan pandangan Mira.

"Mir. Kamu nggak perlu berlutut segitunya. Kasihan bayi kamu di dalam perut. Udah, berdiri aja ya." Andini mengulurkan tangan lalu Mira memegang telapak tangannya dan dengan hati-hati berdiri dari posisi lutut barusan.

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang