Bab 82

57 3 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Sejujurnya, aku banyak penasaran dengan suatu hal." Lexi enggan mengulur waktu dan langsung membuka topik obrolan. Lexi serta Mira menduduki salah satu bangku panjang yang ada di taman kota. Sore hari terasa menyejukkan, tidak ada satupun orang di sekitar mereka. Mungkin saja karena hari biasa, jadi Lexi dapat leluasa bertanya banyak hal pada Mira.

Mira yang berpakaian sederhana dengan cardigan dan celana denim serta tas tangan kecil, langsung memancing Lexi untuk melemparkan pertanyaan untuknya.

"Kamu penasaran di bagian mana? Apa ada kaitannya dengan masa lalu kita? Atau kamu mau aku obrolin tentang SMA Sentosa?" Mira ikut menduga atas keingintahuan Lexi. Jelas, ini menyangkut dengan Firman yang belum menemukan jati dirinya. Serta berbagai hal yang tidak menutup kemungkinan masih disembunyikan oleh pihak sekolah atas kasus perundungan. Jujur, Mira begitu mengikuti perkembangan SMA Sentosa, sampai suatu waktu dia sempat melupakannya. Seperti sekarang ini, namun pada akhirnya dia mengingatnya lagi ketika Lexi ingin membahasnya.

"Kita tahu sendiri kan, kamu itu adalah otak perundungnya Firman." Lexi menuturkan penggalan kalimat awal di mana langsung diiyakan oleh Mira. "Perundung biasanya punya jejak yang buruk, baik itu dari dalam sekolah maupun di luar sekolah. Tapi kenapa, kamu tetap bisa menoreh prestasi? Which is kamu itu membuat banyak karya. Lukisan kamu banyak loh di sekolah, bahkan jadi inspirasi anak-anak di sana untuk belajar seni lukis."

"Kamu minta aku ke sini, bahkan sengaja kutinggalin Arka di rumah, cuma buat bertanya hal yang tidak penting?" tanya Mira seakan keberatan untuk diminta menjelaskan lebih lanjut terkait aktivitasnya di masa sekolah.

"Kamu tinggal jawab aja apa susahnya?" balas Lexi. "Terus juga, setelah kita kerja sama untuk merundung Firman saat itu, kamu malah bersikap seperti preman di depan Firman. Alih-alih jadi yang terpintar di sekolah."

Sebenarnya Mira sempat ragu-ragu bahkan tak ingin membuka mulut tentang apa yang terjadi saat itu. Mira memang sadar dirinya tidak setiap saat berlagak brutal. Apalagi dia bosan melontarkan kata kasar. Bukan seperti dirinya yang pendiam akut.

"Aku, dulunya nggak mau merundung siapapun yang mengusikku." Mira membuka mulut dan menceritakan hal yang dia ingat dulu, bahkan pandangannya tak selalu mengarah pada Lexi. Dia ingin otaknya bekerja kali ini. "Tapi sejak saat Firman terus menjadi sorotan karena mengikuti berbagai lomba di sekolah, bikin aku iri sama dia. Jujur, aku cemburu lihat Firman yang disayangi guru. Padahal aku juga bisa, seperti dia. Mengikuti lomba lukis dan bersinar dengan caraku sendiri. Dan sampai akhirnya, aku berkeinginan untuk buat Firman jatuh. Lalu nanti aku yang menggantikan dia untuk sukses."

"Jadi, bukan karena ayah kamu yang sering bandingin kamu sama Firman?" tanya Lexi seakan ingin tahu lebih lanjut terkait fakta yang dilontarkan Mira barusan.

"Bukan. Beneran. Saat kenaikan kelas ke kelas 11, itu ketika aku dan Firman masih beda kelas, aku pengen menyakiti Firman–sainganku sendiri. Dan terjadilah perundungan itu. Di kelas 11."

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang