***
Dua bulan berlalu. Mira tetap pada konsistensinya menjalani peran sebagai seorang ibu. Serta tak lupa memantau perkembangan sang buah hati dengan rutin. Mira konsisten menjaga Arka bak barang berharga. Menjauhkan dari hal-hal yang mengganggu Arka serta memilih makanan yang cocok untuk Arka. Jangan lupakan ASI yang terus lancar keluarnya dan sering menjadi konsumsi sehari-hari Arka. Beruntunglah Mira tidak pernah merasakan seret, justru deras. Tentu yang menjadi penyebab adalah di sekitarnya menjadi pendukung serta pengisi energi tiap hari, membuatnya makin semangat mengurus Arka.
Akhir pekan tidak menjadi halangan bagi Mira untuk tetap bermain dengan putra kecilnya. Mira menyiapkan banyak mainan mobil-mobilan agar bikin Arka senang. Buktinya saja di ruang utama rumahnya, Arka tertawa terbahak-bahak begitu sang mama melayangkan mobil truk seakan benda tersebut hidup.
"Ngeeeng, ngeeeeng. Mobilnya nabrak sampai perutnya Arka." Mira menempelkan moncong mobil itu mengarah ke tubuh bagian bawah anaknya, hingga Arka berteriak kegirangan sampai menepuk-nepuk tangan berulang kali.
"Ceneng banget anaknya mama. Kayaknya ceneng ya main sama mama ya, nak?" Mira memberikan kesempatan menggelitiki Arka namun dengan intensitas pelan. Arka sangat puas menerima permainan menyenangkan dari Mira–mamanya. Arka terus menerus mengeluarkan tawa khas seorang bayi.
"Eh, siapa ini yang tawa-tawa terus ampe kedengaran dari luar?" Suara berat nan semangat seorang pria paruh baya mengejutkan Mira hingga menolehkan kepalanya menuju ambang pintu rumah.
Ayah?
Ayah yang dimaksud Mira adalah mertuanya. Heru, yang juga merupakan ayah Firman.
Pria paruh baya yang mengenakan sweater warna biru muda serta celana kain krem itu langsung duduk di sofa ruang utama diikuti oleh sang istri serta putrinya beriringan ke samping kanan.
Tak lupa Surya ikut masuk kemudian menutup pintu rumah. Beberapa menit lalu Surya menerima tamu, tak lain dan tak bukan ialah besannya sendiri. Bahkan dirinya tidak dikabari oleh Heru, tahu-tahu beliau sudah membawa mobil ke depan rumah minimalisnya dan membawa beberapa barang yang dikemas dalam totebag besar.
"Maaf ya Sur, saya nggak ikut temani Mira lahiran," kata Heru dengan nada agak tegas seraya mengeluarkan beberapa bawaannya untuk ditaruh di tengah-tengah ruang utama. "Tapi berkat Lexi yang mengabarkan kondisi Mira sama saya, bikin saya lega. Terlebih Mira yang telaten mengurus Arka."
Heru mengalihkan interaksi pada menantunya. "Siapa nama lengkapnya Arka lagi?"
Wajar Heru bertanya karena dia juga tidak tahu nama cucunya siapa, bahkan dari Surya pun dia tidak membocorkannya.
"Emm, namanya Arkana Hasan Setiawan," ucap Mira sembari menolehkan pandangan pada putra kecilnya. "Namanya dari Firman, kok. Waktu kapan itu dia kasih namanya, cuma Mira lupa."
Mira tidak bohong, dia ingat nama anak itu diberikan secara langsung oleh si bapak. Sewaktu-waktu ketika masa pernikahan kontrak mereka selesai dan tidak ada permasalahan yang mereka alami, serta jika ada beberapa faktor yang mendukung pernikahan mereka berlanjut sampai menjadi sungguhan. Firman menyiapkan semuanya, termasuk nama anak perempuan bila anak mereka perempuan. Untuk momen itu, Mira sungguh menyimpannya dalam kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Temporary Teacher
RomantizmBerangkat dari keinginannya belajar digital marketing, membuat Mira mendesak Firman--sahabat lamanya-- untuk mengajari sesuatu padanya. Tanpa disangka, masa lalu Mira terkuak melalui perantara Firman yang sangat ingat betul kelakukan Mira di masa SM...