Bab 44

93 4 0
                                    


***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Kelas 11, SMA Sentosa

"Firman. Kamu nggak apa-apa?" tanya Dimas peka mengetahui Firman merintih kesakitan, bisa dilihat Firman meraih perut bagian bawahnya.

Mereka berada di ruang kelas 11 IPA 2, sedang mendengarkan penjelasan guru dalam pelajaran Kimia. Semua mata terfokus pada papan tulis, kecuali Firman yang tampak meringis dan merasa tidak nyaman.

"Mau kubawa ke UKS?" Dimas menawarkan dengan suara pelan.

Firman menggeleng sambil berusaha mengatur napasnya. "Aku ... aku nggak apa-apa, sungguh."

Teman sebangkunya tetap khawatir. "Tapi ini sakitnya gimana? Terasa dalam atau seperti tertekan?"

"Nggak, aku merasa nyeri di sini," jawab Firman sambil menunjuk area perut bagian kiri. "Ada tempat yang kalau disentuh itu sakit."

Dimas memandang bagian perut Firman dengan cermat lalu meminta Firman untuk sedikit menyibak seragam sekolah putihnya untuk melihat lebih jelas. Ternyata, terlihat memar kebiruan yang sangat mencolok. Tidak diragukan lagi, Firman menjadi korban pemukulan oleh seseorang lagi. Dimas sebagai teman sebangku Firman, mengetahui bahwa lelaki cerdas itu telah menjadi bulan-bulanan beberapa teman sekelasnya, termasuk beberapa murid dari kelas lain.

"Bu Dinda?" Segera Dimas mengangkat tangannya, meminta perhatian guru perempuan berambut panjang bergelombang untuk menghentikan penjelasannya.

"Ya, Dimas? Ada yang tidak kamu pahami dari materi yang Ibu jelaskan?" Bu Dinda menanyakan sambil duduk di meja guru dengan perhatian penuh.

"Anu, Bu. Firman, Firman kesakitan. Boleh saya mengantarnya ke UKS?" Dimas bertanya dengan rasa ragu yang tampak jelas di wajahnya. Dia tahu betul kepribadian Bu Dinda yang tegas, dan dia tidak ingin membuat kesalahan dalam mengajukan permintaan seperti ini.

Namun yang ada, Bu Dinda berjalan menghampiri bangku paling depan, tempat di mana Firman dan Dimas duduk.

"Firman kenapa? Dia sakit perut?" Bu Dinda bertanya dengan ekspresi khawatir.

"Bukan, Bu. Firman mengalami luka memar, Bu. Rencananya saya mau bawa Firman ke UKS. Biar keadaannya tidak terlalu parah," jelas Dimas seraya merangkul Firman yang tampak pucat dan tidak nyaman.

Bu Dinda tampak khawatir, terlebih wajah Firman pucat dan keringat yang tidak bisa disembunyikan. Terlebih Firman adalah anak emas sekolah.

Bu Dinda tidak bisa mengabaikan kekhawatiran ini. Wajah Firman yang pucat dan keringat dingin tidak bisa disembunyikan. Dia tahu Firman adalah seorang siswa yang jujur dan tidak pernah berbohong.

"Baiklah. Tolong kamu hati-hati papah teman kamu ya," kata Bu Dinda memberikan pesan.

Wanita tinggi dengan rambut model bob itu berbalik dan mengayunkan kaki ke meja guru untuk melanjutkan penjelasan yang sempat terhenti.

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang