Bab 92 (End)

152 2 1
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Lima bulan kemudian

Kematian Firman menjadi hal yang membuat Mira sangat-sangat terguncang. Terlebih di bagian fisik dan mental. Akibatnya, Mira jadi tidak bisa memberikan susu ASI ke Arka selama satu bulan dan sebagai gantinya Arka minum susu formula. Mira sempat mengalami stress berkepanjangan, hingga dibawa ke psikiater dan untungnya menjalani pengobatan selama beberapa hari sampai dirinya berada di tahap pemulihan.

Selama lima bulan, Mira tak dapat melakukan apa pun. Mira seakan ingin terpaku di kamar dan menumpahkan semua kesedihannya. Tentu dia tidak menyangka akan semua berita buruk yang didapatkan setelah meninggalkan kota Jakarta untuk memulai hidup baru di Surabaya. Setelah sempat menyembunyikan selama beberapa hari, Mira ada keberanian memberitahu kepada ayah dan ibunya. Namun karena alasan terlambat, sehingga Mira dan keluarganya tak dapat berkunjung atau sekadar memberikan rasa duka cita kepada keluarga Firman.

Mira cuma bisa menangis dan mengeluarkan air mata. Yang menjadi dilema adalah, dia tak tahu makam suaminya di mana. Juga, dia tak dapat melihat proses pemakaman Firman sampai selesai. Karena memang dia mendapatkan kabar tersebut setelah Firman dimakamkan. Bagaimanapun juga, Mira tetap menjadi istri Firman. Selagi dia belum menerima akta kematian Firman, dia menganggap dirinya belum resmi berpisah dari Firman, jadi seharusnya dia punya hak untuk tahu semuanya.

Mira enggan memikirkan hal yang membuat dirinya jadi tambah pening. Mungkin dia bisa larut dalam kesedihan selama hampir empat bulan, namun bulan berikutnya, Mira tak boleh mematri wajah sedih terus menerus dan berusaha untuk menunjang kehidupan dengan mencari pekerjaan baru.

Benar. Mira mendapat keberuntungan karena ditawari suatu pekerjaan oleh Adrian. Lebih tepatnya, Nisa, istri Adrian atau tantenya lah yang memfasilitasi pekerjaan buat Mira. Tentu, Mira menganggap pekerjaan yang dikasih oleh mereka adalah pekerjaan tambahan. Karena Mira masih berkutat oleh pekerjaan freelance, hanya saja tidak sesibuk dulu makanya dia terkadang gabut di rumah atau tidak berbuat apa pun.

"Demi Arka. Kamu harus produktif, Mira."

Dia sempat ingat kata-kata penyemangat om-nya ketika mengunjungi rumahnya di Surabaya. Dan kalimat tersebut benar-benar menjadi pendorongnya untuk pantang menyerah. Pun dia juga harus melihat Arka yang sudah mencapai umur satu tahun, belum lagi kebutuhan Arka makin banyak. Menyediakan makanan pendamping ASI, belum lagi susu formula Arka yang harus distok. Mira sampai saat ini belum bisa mengeluarkan ASI, lebih tepatnya ASI-nya tidak sederas dulu. Mira masih dapat memompa ASI, hanya saja keluarnya sangat sedikit. Itulah yang menjadi dilema Mira sekarang, selain hal yang sudah disebutkan barusan.

"Kerja di SMA Sentosa?" tanya Mira bergumam ke dirinya sendiri. Dia berada di sebuah meja makan bentuk persegi yang muat empat orang. Mira kini tidak di Surabaya melainkan balik ke kota Jakarta untuk melakukan pekerjaannya itu.

Mira tak tinggal di rumahnya yang dulu melainkan di apartemen. Ya, Mira masih memegang dua kunci apartemen yang berkepemilikan Firman. Mira memilih unit 20-6 sebagai tempatnya istirahat. Untuk Arka, dia menitipkannya pada Surya dan Fitri. Artinya, Arka berada di Surabaya. Awalnya berat berpisah dari Arka, namun Arka lebih nyaman bila bersama kakek dan neneknya. Pun kebutuhan Arka terjamin semua, sebab Adrian--paman Mira membiayai susu formula dan lain-lain. Bila nanti Arka rindu dengan sang mama, Mira bisa video call agar Arka senantiasa bisa melihat wajah mamanya walau hanya melalui virtual.

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang