Bab 59

45 2 3
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Kamu kenapa, Mir? Kok datang-datang udah gelisah gitu?" tanya Lexi saat peka melihat Mira dengan wajah murungnya begitu masuk dalam mobil.

Mira cuma menyerahkan sekantong belanjaan titipan Lexi, tanpa menanggapi pertanyaan sahabatnya sama sekali.

"Kamu kepikiran soal dua hari lalu yang menunjukkan bahwa kamu hamil?" tebak Lexi. "Iya sih. Waktu kamu ngeluh mual-mual saat balik ke apartemen, dan kamu juga minta aku buat belikan testpack, kamu kaget banget pas tahu hasilnya. Aku sengaja beli banyak-banyak testpack dan pas lihat hasilnya sama aja. Garis dua."

Mira mendiamkan mulutnya. Kini bagian pendengaran yang bekerja, merespon setiap kata-kata Lexi yang meluncur.

"Meskipun rahasia kita berdua bakal terbongkar, tapi setidaknya kamu nggak boleh banyak pikiran. Nanti bakal berpengaruh ke janin kamu." Lexi memberi saran, ada sedikit kekhawatiran yang dia rasakan.

Mira tetaplah enggan berbicara, justru menolehkan pandangannya ke luar jendela. Mobil yang ditumpanginya masih belum jalan, hanya menepi di pinggir trotoar.

Teringat ketika Lexi melemparkan pertanyaan terkait situasi pernikahannya, itu saat di hari yang sama ketika melakukan tes mandiri terhadap kehamilannya.

"Mir. Maaf nih aku tanya gini ke kamu." Lexi menggigit bibir bawahnya, memastikan agar ucapannya kali ini sungguh tidak menyinggung Mira. "Apa Firman ... gunakan 'pengaman' waktu kalian main? Atau gimana?"

Mira menundukkan kepala, merasa tidak nyaman dengan pertanyaan itu. "Aku juga nggak tahu," jawabnya dengan penuh gelisah. "Aku nggak ingat semuanya, aku cuma fokus terhadap apa yang Firman berikan ke aku. Yang penting, kebutuhan biologis kami masing-masing terpenuhi. Itu aja."

"Apa kamu sekarang ... ingin anak itu tetap lahir? Meskipun masalah tentang masa lalu kamu sedang meradang?" Lexi kembali bertanya dengan penuh rasa hati-hati. Dia takut semua ucapannya pada Mira menyinggung hati sang lawan bicara.

Mira berpikir sejenak, meraba perasaannya yang bercampur aduk. "Aku ... nggak tahu harus gimana lagi. Tapi anak ini nggak berdosa, aku nggak mau disuruh ngelakuin hal buruk. Jika ditanya apa aku pengen pertahanin anak yang ada dalam kandunganku, jawabannya adalah aku ingin pertahankan. Justru, Firman tidak akan bisa cerai dariku jika tahu aku hamil. Akan bagus bagiku, kan?"

Mira menghela napas panjang, matanya jadi terpejam. Seakan ingin menenangkan dirinya.

"Apa boleh aku tanggalin aja rasa egoisku?" Mira pun bersuara setelah beberapa saat terdiam, namun suaranya agak merendah. "Aku merasa kalau mempertahankan pernikahanku dengan Firman, bisa-bisa masalah jadi runyam. Kalaupun nanti Firman bakal cari tahu masa lalu kita, apa di situ kita tidak ada pilihan selain jujur?"

"Mir ..." Lexi memanggil pelan. "Bagaimanapun juga masa lalu kita tetap terkuak, dan Firman serta keluarganya juga bakal tahu. Tapi inti dari semuanya adalah, kita harus cari waktu yang tepat buat mengungkapkannya. Jangan sampai cuma karena masalah ini, kamu jadi stress. Dan itu bakal berpengaruh juga buat bayi kamu."

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang