Bab 32

306 11 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Enam hari yang lalu

Mira sedang mengaduk tumisan sayur, kala pendengarannya tertangkap sumber suara dari sebelah kiri. Seseorang sedang membuka pintu lalu memasuki unit, kemudian terdengar ketukan sepatu khas yang Mira hafal bunyinya.

"Firman, ya? Kamu udah pulang?" tanya Mira memastikan orang tersebut, bahkan barang sedetikpun tidak menoleh karena fokus dengan masakannya.

"Aku pulang." Suara berat itu mulai menggema, dan Mira langsung menebak bahwa orang tersebut adalah Firman. "Kamu sedang masak?"

"Iya. Aku masak supaya pas pulang kamu nggak pesan makanan lagi. Aku tahu kamu lelah, jadi aku buatkan makanan untukmu."

Sejak mereka memutuskan tidak saling menjaga jarak dan menciptakan sebuah hubungan yang semestinya, Firman merasakan perbedaan yang sangat besar. Tentu salah satunya adalah Mira bakal sering memasakkan makanan untuknya, meski dari awal Mira sudah melakukannya dengan title sebagai asisten. Namun melihat Mira yang gigih memasak banyak sajian membuatnya menganggap Mira memanglah seorang istri yang berbakti pada suaminya.

Mengingat pagi tadi Firman sempat mencium bibir Mira bahkan menjurus kepada lumatan, dia jadi ingin meneruskannya lagi. Entah kenapa dia sangat ingin mendekap tubuh mungil itu dalam waktu yang lama. Lalu menghabiskan malam bersama, sekali lagi. Dia sungguh terbius akan kecantikan Mira yang tidak ada tandingannya dari wanita-wanita di luar sana. Mungkinkah karena dirinya telah membuka pandangannya bahwa dia memiliki istri yang sangat cantik dan setia melakukan apa pun.

Satu hal penting, Firman bahkan membeli pengaman. Tentu dia benar-benar melanjutkan niatnya setelah sempat tertunda.

"Gimana kerjaan tadi? Lancar?" tanya Mira di sela memasaknya. Mira sungguh memposisikan dirinya sebagai seorang istri yang menanyakan kegiatan sang suami di kantor.

Firman terkejut ditanyai hal itu oleh Mira, bahkan ketika dirinya mulai menarik kursi dan duduk di meja makan. Menunggu Mira menyelesaikan masakannya.

"Yah, lancar seperti biasanya," jawab Firman mantap. "Nggak ada hambatan sama sekali."

"Ngomong-ngomong terima kasih ya, Firman." Mira mengambil kesempatan untuk mengucapkan syukur kepada Firman ketika membawakan sajian pertama di meja makan. "Kamu sudah membuka pikiran kamu tentang aku. Meski awalnya bakal susah setelah aku merintih dan memohon sama kamu. Yah, nggak berharap banyak sih tentang hubungan kita. Yang penting kita sama-sama untung melalui jalinan pernikahan ini."

Firman akui Mira telah bekerja keras untuk mendapatkan atensi lebih darinya. Tentu semua kepercayaan Mira terbuktikan dengan berbakti padanya. Entah bagaimana pernikahannya dalam beberapa hari ke depan, namun Firman seakan enggan memikirkan kontrak yang sudah dibuatnya dan ditandatangani bersama. Selama ada Mira, dia jadi lebih tenang dari halusinasi yang mengganggu.

Seperti yang diketahui bahkan beberapa hari sebelum mereka saling mengakui perasaan, Firman lagi-lagi terganggu oleh bayang-bayang masa lalunya. Tidak henti-hentinya Firman mendengar kucilan dari beberapa murid yang menjadi teman kelasnya dahulu.

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang