***
Pagi yang cerah menyapa Firman ketika sinar matahari menembus kaca jendela dan menabrak wajahnya. Tanpa alarm yang berisik, Firman bangun dengan inisiatifnya sendiri. Dia menggerakkan kedua tangannya untuk meregangkan tubuh yang masih terbungkus selimut, kemudian perlahan menyibak sebagian selimut untuk merasakan udara segar pagi.
Tatapan mengantuk masih terpancar dari matanya ketika Firman mematikan pendingin ruangan yang menggantung di atas. Selagi tubuhnya ingin tetap berbaring dan menyerap kenyamanan tempat tidur, matahari yang terus menari di sela-sela gorden memaksa dia untuk bangun.
Namun, ketenangan pagi itu terputus oleh dering ponsel yang berbunyi dengan keras di nakas. Firman langsung mengulurkan tangannya dan mengambil ponselnya. Saat melihat layar dan memastikan siapa yang menelepon, dia terkejut bukan main ketika tahu panggilan tersebut bukan dari kantor, melainkan dari tetangga di unit sebelah—Mira.
Firman mencoba mengumpulkan pikirannya yang masih setengah sadar, lalu menerima telepon dari Mira.
"Aku lagi buat sarapan. Mau gabung?" kata Mira dari seberang telepon. Suaranya seperti bujukan untuk menerima tawaran tersebut dengan cepat, tanpa perlu berpikir panjang.
Firman menghela napas berat, melepaskan ponsel dari telinganya. Perutnya berbunyi, merayu untuk segera diisi dengan makanan. Dalam situasi seperti ini, biasanya dia akan bergerak cepat menuju dapur, tetapi kali ini, Firman merasa malas untuk melakukan apapun. Tenaganya hanya cukup untuk mandi dan bersiap pergi ke kantor.
"Apa aku harus kesampingkan ego dan sarapan aja di unitnya Mira?" gumam Firman pada dirinya sendiri, berbaring di samping kiri tempat tidurnya. "Sudahlah, nggak baik juga aku bersikap dingin padanya terus-terusan. Cuma sarapan di sebelah habis itu ke sini lagi buat mandi."
Setelah mengambil keputusan, Firman menempelkan ponsel setelah sempat menjauhinya. "Baiklah. Aku akan sarapan. Tunggu aku di situ."
Firman mengenakan piyama berwarna biru navy, dan enggan melepasnya. Menuruni tempat tidur, dengan cepat Firman mengalasi kakinya dengan sandal rumah yang ringin dan berjalan menuju pintu kamarnya untuk keluar dari tempat ternyamannya. Barulah setelah itu, dia lanjut berjalan ke arah keluar pintu unitnya dan langsung menuju unit Mira. Ketukan permukaan pintu secara perlahan menjadi penyambut dirinya kala berada di depan pintu unit 20-7.
"Mira?" panggil Firman sambil menggebrak pintu sekali. Pintu terbuka dengan cepat, dan Mira terkejut melihat pria tampan dengan wajah yang terlihat lemas, seolah belum mengumpulkan tenaga untuk memulai hari.
"Firman? Datang juga akhirnya," ujar Mira dengan antusias.
"Kenapa kamu bangunin aku jam 7 pagi, hah?" tanya Firman sambil menguap begitu lebar. "Tadinya aku pengen tidur lagi, secara aku masuk kantor jam 10, meski weekend. Hanya saja, aku nggak boleh terlalu mementingin ego, apalagi kamu tawarin sarapan. Makanya aku ke sini, dan malas juga buat sarapan."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Temporary Teacher
RomanceBerangkat dari keinginannya belajar digital marketing, membuat Mira mendesak Firman--sahabat lamanya-- untuk mengajari sesuatu padanya. Tanpa disangka, masa lalu Mira terkuak melalui perantara Firman yang sangat ingat betul kelakukan Mira di masa SM...