Bab 10

213 10 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Hah? Serius kamu mau ajak aku nikah?" tanya Firman terkejut dengan tawaran Mira barusan.

"Iya, aku serius," jawab Mira mengangguk kuat. "Lagipula kan, kita pernah berakting di depan keluargamu demi bisa mengajariku secara gratis. Cuman karena situasi, kita harus nikah. Aku nggak niat bercanda, tapi ini sebagai bukti bahwa aku bisa move on dan melupakan Adit. Aku ingin buktikan bahwa aku tak butuh dia lagi. Kita menikah dalam waktu dekat, gimana?"

Tawa keras nan meremehkan itu teralun jelas di telinga Mira. Bukan tidak mungkin, Firman pasti terkejut oleh tawarannya yang tiba-tiba itu. Namun Mira telah mempertimbangkannya secara matang, meskipun harus berdebat lagi dengan gurunya tersebut.

"Kamu tuh aneh, sungguh aneh," celetuk Firman tak menghentikan tawanya. "Terus kalau kita nikah, gimana selanjutnya? Apa status kita cuma buat dijadikan pameran aja, gitu? Biar orang tahu kalau kamu sudah punya suami? Atau gimana?"

Alih-alih menunggu, Firman mencoba menanggapi atas tawaran tersebut. "Kamu coba dengerin baik-baik ya, Mira. Menikah itu, nggak bisa kita jadikan permainan. Nggak boleh seenaknya. Seperti kita yang pinjam barang orang lain terus kita kembalikan lagi, itu nggak ada dalam pernikahan. Kita memang boleh pura-pura di depan keluargaku. Kita punya hubungan dan semacamnya. Tapi, dengan menikah atas dasar ajang pamer, mohon maaf. Butuh pertimbangan yang kuat untuk itu."

Ditambah lagi Firman tak punya perasaan sama sekali pada Mira. Buat apa jatuh cinta dengan wanita yang buruk sifatnya? Toh semua syarat aneh yang dilakukannya cuma bikin Mira sadar bahwa dulu Mira berbuat demikian padanya.

"Eits, tapi kamu harus ingat juga loh." Mira menegakkan telunjuknya, berusaha membalas perkataan Firman. "Aku sempat nggak mau loh disuruh berakting. Tapi aku terima juga kan, supaya kamu nggak merasa tertekan saat acara makan siang keluarga kamu?"

Mira kini merajuk dengan manja. "Terus kenapa nggak bantu aku sekali ini aja? Cuma sekadar balas budi, supaya Adit juga merasa kesal lihat aku."

Meladeni sikap keras kepala Mira sepertinya membuat Firman terbiasa. Semaksimal mungkin, Firman berusaha untuk menanggapi, secara santai.

"Mira. Tolong, buka pikiran kamu dulu. Berpikirlah lebih dalam lagi," ucapnya sambil menunjuk sebelah kepalanya. "Menikah itu bukan sekadar buat manas-manaskan situasi. It's not a solution. Kalau cuma membuat Adit cemburu, buat apa? Nggak ada artinya juga. Intinya kita nggak boleh mempermainkan pernikahan. Itu yang perlu kamu ketahui."

"Tapi, Firman ..."

"Aku bisa saja pukul si Adit biar dapat pelajaran. Bukan berarti, aku perlu menjadi suami kamu juga." Pria berkacamata bulat itu berkata tegas.

Benar-benar dugaanku. Firman nggak bisa dibujuk begitu saja. Kira-kira ada cara apalagi ya biar aku bisa menikah dengannya?

 Ide cemerlang tiba-tiba muncul dalam benaknya. "Kita buat kesepakatan aja." Mira menyebutkan ide tersebut dengan nada semangat. "Kita menikah kontrak."

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang