Bab 23

210 11 1
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Kamu tuh mikirin masalah apa, sampai gundah begitu?" tanya Firman berjalan menghampiri meja bentuk bar di dalam minimarket apartemen. Tak lupa, dia memberikan secangkir kopi hangat kepada Mira.

"Pelukanmu barusan tulus banget," tambahnya lalu duduk di samping Mira. "Kamu tuh sebenarnya lagi punya masalah apa, hmm?"

Firman berusaha agar pertanyaannya terjawab dengan jelas oleh Mira. Setidaknya Firman perlu memposisikan diri sebagai penemu solusi dari setiap masalah yang dialami Mira. Bersikap dingin sudah lebih dari cukup, bukan berarti dia seenaknya pula mengabaikan Mira. Mungkin mengajak Mira minum kopi di jam 12 malam, dapat membuat hati Mira tenang. Entahlah apa Mira sendiri juga merasakan hal demikian?

"Jujur, Man. Aku tuh sebenarnya nggak mau ganggu kamu. Terlebih lagi kamu juga baru pulang dari kantor sejam lalu. Cuma ..." Mira menurunkan pandangannya, tangan menggenggam erat cup berbahan kertas yang diisi kopi cokelat. Raut wajahnya mencerminkan kegelisahan. "Aku lagi kena masalah. Yang bikin aku sedih."

Firman merasa hatinya berdesir saat melihat Mira seperti itu. Dia mengalihkan pandangannya ke cangkir kopi di tangannya, berusaha memberikan waktu bagi Mira untuk berbicara.

"Iya, tapi masalah apa?" tanya Firman mendesak. Padahal dia menunggu Mira langsung menjawab pertanyaannya. Justru Mira menambah alasan tentang itu.

"Ah, apa jangan-jangan, masalah sebab aku yang bersikap dingin padamu pagi tadi?" tebak Firman, mencoba mencari jawaban atas kegelisahan Mira.

Mira menggeleng lembut, memberi tahu bahwa tebakan Firman salah. "Bukan karena kamu bersikap dingin kok. Malahan aku nggak masalah dengan hal itu."

Firman menatap lurus jendela kaca di hadapannya. Dia mencerna baik tanggapan dari Mira, meskipun hasilnya adalah belum puas terhadap jawaban tersebut.

"Ya kalau bukan karena itu, terus apa dong?" Firman berusaha agar Mira menjelaskan secara detail.

Namun yang ada, Mira menoleh dan pandangannya terpaku pada Firman lalu membatin justru teringat lagi pertemuannya dengan Yudi.

Aku takut dengan traumamu. Juga ... Yudi. Meski aku nggak tahu kondisimu seperti apa, yang pasti kamu adalah korban bullying dan kamu pasti memiliki trauma. Batin Mira. Rasa khawatirnya semakin menguat.

"Kok ngegantung gitu sih?" keluh Firman, akhirnya tetap membuat pandangannya ke depan sambil menyesap sedikit kopi miliknya. Firman merasa bingung dengan reaksi Mira yang kadang plin-plan.

"Bilang saja kamu murung karena aku bersikap dingin kepadamu. Iya, kan?" Firman menarik kesimpulan, dia tak mau situasi jadi rumit hanya karena Mira yang tidak jawab dengan jujur.

Mira hanya menghela napas, tak menanggapi apa-apa lagi. Dia membenarkannya dalam bentuk anggukan kepala.

"Ya udah deh. Karena aku bersikap dingin sama kamu, aku minta maaf. Maafkan aku, sebab buat kamu gundah barusan."

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang