Bab 61

51 2 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Kelas 11, SMA Sentosa

"Apa ... apa yang sudah kulakukan padanya?" tanya Mira kala menatap intens kedua telapak tangannya sembari gemetaran. Dia menyadari bahwa dirinya telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya.

Mira, yang mengenakan seragam sekolah berupa jaket blazer warna merah hitam serta rok selutut itu, berjalan sempoyongan di lorong dekat sekolahnya. Tentu bukan pertama kali dia berbuat hal nekat pada korban rundungannya sendiri. Hanya sebatas mendorong, tak lupa mencaci maki korbannya, itulah yang dilakukannya. Namun, melayangkan botol kaca pada tubuh korbannya. Itu adalah kesalahan paling fatal dan bisa saja dia dikenai hukuman lebih serius.

"Nggak. Ini ... ini nggak mungkin. Nggak. Aku nggak mungkin melakukan itu." Mira menguatkan penolakannya terhadap perbuatannya barusan. "Apa aku ... psikopat?"

Belum pernah dia menganggap dirinya demikian, murni dia melakukan itu atas dasar inisiatif sendiri. Bukanlah dorongan dari siapapun.

Kamu ... harus mati! Aku muak lihat wajah kamu!

Sejam lalu, kata-kata itu diucapkan dari mulut Mira sebelum memukuli korbannya dengan botol beling. Sekejap, Mira merasa lemah. Tak berdaya. Kini dia berada di sepanjang lorong kumuh, kemudian menjatuhkan dirinya ke tanah. Lalu mengeluarkan isak tangisnya.

"Nggak. Aku nggak mau kalau dia sampai meninggal. Aku nggak mau." Mira kembali menguatkan dirinya seraya meremas erat-erat rambut panjang gelombangnya. "Kalau saja ... kalau saja dia sampai meninggal, aku bisa dikenai hukuman serius. Nanti ayah dan ibu bisa kecewa sama aku."

Mira menyembunyikan kedua wajah di sela-sela lengannya. Makin mengencangkan tangisannya. Tepat saat dirinya ingin bangkit dan melanjutkan perjalanan, tiba-tiba Lexi berlari kencang menghampirinya.

Dengan napas terengah-engah, Lexi yang menggunakan jaket hitam putih langsung memegang pundak Mira dan menahan sang sahabat untuk pergi dari lorong tersebut.

"Mira. Kamu itu gimana sih? Kamu kenapa ... kamu kenapa sampai harus memukulinya dengan botol beling?" tanya Lexi menyulutkan amarahnya. "Kamu tuh kenapa jadi gegabah begini, hah? Aku bahkan nggak nyuruh kamu untuk menyakiti dia. Sudah cukup kita mendorongnya bahkan melemparinya sampah. Kenapa kamu berbuat kriminal seperti ini, Mir??!!"

Mira hanya bisa menggelengkan kepala, seolah mengelak terhadap apa yang terjadi. "Aku ... aku cuma ... menyalurkan rasa benciku sama si pintar itu."

"Dasar bodoh. Kamu memang bodoh. Ingat, perundungan di sekolah kita sudah mulai masuk berita, disorot. Kita harus hati-hati. Kalau sampai orang tuanya tahu kamu yang melakukan itu ..." Lexi menggeleng selanjutnya. "Bisa habis kamu. Kamu bisa dipidana karena melakukan percobaan pembunuhan."

"Nggak!" Mira spontan berteriak kencang. "Aku nggak mau! Aku nggak mau dipidana! Ayah sama ibu gimana kalau dia tahu?"

"Ya itu risiko kamu. Kenapa kamu sampai segitu benci pada Firman? Bahkan kamu yang memulai perundungan terhadap Firman, kamu yang membujuk kami-kami buat menjebak Firman? Biar seolah-olah bukan kamu pelakunya?" Lexi mulai blak-blakan hal yang membuat pemicu emosi Mira jadi melonjak. Termasuk korban rundungan Mira yaitu Firman. "Mira. Kalau kamu mau jadi anak nakal, jangan sesekali ajak kami deh. Kita bisa sahabatan, tapi dengan begini yang repot juga siapa? Kami juga yang bakal repot."

My Temporary TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang