***
"Sur, gimana keadaan wajah kamu setelah sempat saya pukuli beberapa pekan lalu?" Heru bertanya ketika lima menit lalu datang bertamu sambil membawa sesuatu dari dalam tote bag tentengannya. Heru menempati sofa panjang dengan nyaman.
Surya yang duduk di sofa single hanya bisa menjawab sangat tenang. "Saya baik-baik saja. Sudah diobati sama Ibu. Meski harus ke rumah sakit lagi karena wajah saya nyaris babak belur."
"Istri kamu pandai sekali mengobati wajahmu," puji Heru disertai kekehan pelan. "Tapi saya sungguh minta maaf, karena saya bertingkah kasar sama kamu, Sur. Sungguh."
Wajah Surya memang agak mendingan, meski ada plester kecil yang menghiasi sebagian, terutama di bagian rahang.
"Sejujurnya, saya nggak tahu harus menebusnya dengan cara apa. Makanya saya ke sini, buat kasih sesuatu ke Mira."
"Emm, sesuatu apa ya, pak?" Itu yang sedari awal membuat Surya penasaran. Dia bahkan tidak diberitahu oleh Heru, apa isi dari tote bag besar warna biru tua itu?
"Susu formula ibu hamil, sama vitamin untuk menguatkan si dedek dalam perutnya Mira," jelas Heru seraya menarik tali tote bag yang sebelumnya berada di sebelah kiri. "Vitamin yang saya beli sempat diminum sama ibunya Firman. Waktu istri saya hamil Firman, dia sering minum vitamin yang direkomendasikan dokter padanya dan untung saya ingat nama obatnya."
Surya hanya mengangguk pelan sebagai balasan. "Iya, pak."
"Mira ada di kamarnya, kan? Saya ke sini agak sorean, mungkin udah mau malam. Takutnya mengganggu waktu istirahatnya Mira lagi." Heru bertanya memastikan.
"Mira sedang di kamarnya, nggak ganggu kok, pak. Kalau Anda mau masuk, silakan. Saya persilakan."
Surya yang mengenakan celana pendek kain serta kaos slimfit langsung berdiri dari kursi, seraya satu punggung tangannya mengarah ke sebelah kanannya, tempat di mana itu adalah kamar putrinya.
"Silakan, pak. Mira sudah ada di dalam."
Heru mengiyakan dan tanpa lama-lama mulai menenteng tote bag besar yang terbilang berat itu. Langkahnya terbawa menuju sebuah kamar dan begitu masuk, dia melihat kamar serba biru muda serta ada meja belajar dan jendela di tengah-tengah. Satu kamar tidur berada di arah jam 3. Sementara meja belajar di arah jam 9. Jarak di antara keduanya terbilang jauh. Itu yang dipandang Heru saat mengitari kamar milik sang menantu.
Sadar akan kedatangan mertuanya, membuat Mira spontan membelo dan terkejut dengan wajah Heru yang tidak menunjukkan semburat amarah.
"A–Ayah?" Mira memanggil Heru dengan terbata-bata ketika tahu mertuanya datang berkunjung. "Ayah kenapa bisa–"
"Gimana keadaan kamu, nak? Terus si dedek gimana? Baik, kan?" Heru yang bersikap ramah makin membingungkan Mira. Pria paruh baya berkacamata bulat itu menghampiri ranjang dan duduk di pinggir. Sembari menaruh tote bag di atas ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Temporary Teacher
RomanceBerangkat dari keinginannya belajar digital marketing, membuat Mira mendesak Firman--sahabat lamanya-- untuk mengajari sesuatu padanya. Tanpa disangka, masa lalu Mira terkuak melalui perantara Firman yang sangat ingat betul kelakukan Mira di masa SM...