Akhir

140 5 0
                                    

Setelah kejadian itu, Sheila, Duta, dan Saga tidak bertemu lagi. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Duta juga sibuk pemulihan dan mengupgrade dirinya untuk menjadi lebih baik lagi. Dia secara terang-terangan menjauhi Sheila fokus pada pendidikan yang saat ini sedang dijalani olehnya.
"Lo serius?" tanya Roy dengan lekat. Dia tidak pernah melihat adik angkatnya benar-benar serius seperti ini sebelumnya.
"Serius."
"Ayolah Dut, gue emang minta Lo untuk upgrade diri bukan untuk pergi ala ala begini. Bokap nyokap gue juga kalau tau gak bakal ngijinin. Masih banyak jalan."
"Bang, Lo orang yang paling kenal gue. Ini sudah menjadi keputusan mutlak. Selain itu juga gue udah bilang sama keluarga yang di Bandung. Mereka sempet ngelarang, tapi setelahnya yaudah. Gue terbiasa sendirian."
"Kasih tau niat gue, apa alasan sebenarnya Lo pergi?"
"Gue harus pergi, karena diam di sini hanya akan membuat semuanya menjadi runyam. Masa depan gue, Sheila akan terancam. Gue tau, ini mungkin sedikit terlambat. Namun, tidak ada penyesalan jika sudah diusahakan. Ini jalan terakhir, kalau semisalnya memang tidak berjodoh ya sudah."
"Pokonya gue masih sulit terima ini. Lo sadar gak sih, umur Lo masih belasan. Tinggal jauh dari keluarga. Mau jadi apa?"
"Gue gak pernah ngerasain punya keluarga utuh, tapi bukan berarti gue gak bisa buat keluarga yang untuk anak-anak gue kelak."
"Duta, emang dengan cara Lo pergi begini Sheila gak akan marah? Dia mungkin benci sama Lo."
"Gue gak bilang bakal berkeluarga sama dia. Kalau emang gak jodoh, gak usah dipaksakan. Gue mau dia fokus sama kehidupannya, ada gue di sini buat dia sulit berkembang. Kita berdua masih anak kecil yang belum paham kerasnya dunia dewasa, dan gue mau kita gak menjadi dewasa sebelum waktunya. Bodoamat dengan perasaan cinta yang gue punya saat ini, karena perasaan begini seiring waktu juga akan pudar. Tapi masa depan dia harus cerah."
"Janji, di sana Lo gak akan mengulang kesalahan yang sama? Gue akan langsung bawa BNN kalau sampai Lo ketahuan minum obat terlarang lagi."
Duta tersenyum, dia menganggukan kepalanya. Dengan kalimat barusan, dia sadar bahwa Abang angkatnya ini sudah menyetujui untuk kepergiannya.
"Makasih, Lo udah buat jalan gue semakin ringan."
"Selamat berjuang, gue yakin Lo bisa. Semoga prinsip Lo tetap kuat."
"Pasti, karena ada Lo yang akan selalu tengokin gue setiap 3 bulan sekali, dan juga jangan lupa kasih gue uang jajan."
"Maunya! Lo pamit?"
"Enggak. Biar aja dia tau gue emang cowok yang gak pantes buat diperjuangin. Kasian orangtuanya ngebesarin dia, udah umur segini malah mikirinnya cowok modelan gue. Biar dia benci gak apa-apa, kalau dia tahu nanti akan sulit untuk dia bangkit. Sheila hanya butuh sedikit waktu, dan sisanya dia akan benar-benar lupa sama gue."
Roy benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Duta. Lelaki itu sungguh dewasa sebelum waktunya. Banyak kejadian pahit yang sudah dialaminya sejak kecil, membuat pemuda itu berpikir 2 kali lebih cepat dibandingkan teman seusianya.
"Soal Saga?"
"Gue udah tahu." Terlihat perbedaan ekpresi wajah duta. Sepertinya pemuda itu sedikit menahan sesuatu, tapi bukan Duta namanya jika dia tidak dapat menyembunyikan masalah hidupnya.

"Gue tidak sedang bersaing dengan siapapun. Kepergian gue bukan untuk orang lain, sekalipun itu Sheila. Semua gue lakukan untuk diri gue sendiri dan hidup yang lebih baik. Jika kelak kita bertemu di waktu dan keadaan yang tepat bahkan sampai berjodoh. Anggap saja, itu bonus. Gue gak akan titip Sheila ke Lo, dia masih punya keluarga, dan kalau bisa kita benar-benar seperti semula. Tidak ada yang mengenalnya."

Meskipun terdengar begitu kejam, tapi Roy tahu Duta menginginkan yang terbaik untuk perempuan itu. Dia tidak mungkin mengambil keputusan mengubah hidupnya yang bahwa sudah tidak memiliki harapan.

"Selamat jalan Bro, kalau gue ada waktu pasti akan kunjungi Lo."

Duta mengangguk, kemudian mereka berpelukan sebentar, lalu melakukan tos persaudaraan sebelum akhirnya namanya dipanggil untuk segera memasuki alat transportasi jalur udara.

Lelaki itu menghirup udara kota ini yang entah kapan dia bisa kembali lagi.

Setiap orang akan melewati masa sulit dan bangkit yang berbeda-beda. Namun, khusus untuknya Duta harus mengalami itu lebih awal. Bahkan di saat anak seusianya masih sibuk main dan merasakan limpahan kasih sayang dari orangtua mereka. Duta, harus mulai berjuang untuk hidupnya dari detik ini.


Haii Kamu, terima kasih yang sudah menemaniku menyelesaikan tulisan ini. Sehat selalu yaaa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sheila on Duta (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang