Matahari perlahan keluar dari persembunyiannya. Embun pagi pun perlahan menghilang. Udara segar perlahan mulai tergantikan oleh asap dan polusi kendaran yang berseliweran, untuk pergi mengantarkan manusia beraktivitas.
Sheila bangkit, setelah selesai memakai sepatunya. Dia berpamitan pada mamahnya.
“Papah belum pulang Mah?” tanya Sheila setelah dia mencium punggung tangan mamahnya.
“Belum, mungkin semingguan lagi," jawabnya.
“Oh yaudah kalau gitu aku pergi dulu,"
“Ok, hati-hati, mamah juga ada kelas pagi, hari ini.”
“Iya, hati-hati juga buat mamah."
“ Ingat Sheil, Kamu harus rangking satu tahun ini, sudah cukup, kamu semester lalu rangking 3. Jangan buat mamah malu, kemarin anak pak waluyo dapat juara umum.”
“Iya, Mah.”
Menjadi anak dari seorang dosen menjadi beban berat dalam hidup Sheila. Pasalnya tak jarang dari mereka, selalu mendoktrin pikirannya. Bahwa anak seorang guru, harus pintar, ber-attitude baik, harus multitalenta. Ini apa maksudnya? Yang jadi guru mamahnya, kenapa dia harus terkena imbasnya, memangnya isi otak manusia sama?
Semua orang punya kepintaran masing-masing, punya jalan hidup yang berbeda-beda dan punya bakat masing-masing. Sheila selalu berharap mamahnya tidak terkena omongan orang lain, semua hanya tinggal harapannya. Nyatanya mamahnya selalu menuntut dia bisa mendapatkan rangking dan bila dia berperilaku tidak sesuai keinginan mamahnya. Maka, dia akan seharian dimarahi.
Maka dari itu sheila tidak pernah ingin membuat masalah, dia tidak mau dimarahi, tidak suka dibentak dan juga dipukuli. Mungkin setiap orangtua mempunyai cara masing-masing untuk mendidik anaknya. Namun, Sheila berharap semua tidak akan terulang kembali.
Sheila terus berjalan, tujuannya yaitu sebuah halte yang biasa dia datangi, untuk menunggu bus. Sebuah tangan mencekal lengannya, membuat Sheila menghentikan langkahnya.
“Duta?” tanya Sheila memastikan orang yang sedang ada di dalam pandangannya.
“Naik!” perintah Duta, sambil memberikan helmnya.
“aku naik bus aja,” ujar Sheila dengan nada agak pelan. Entahlah, harinya sudah rusak sedari tadi, dia tidak ingin, moodnya yang sedang tidak baik ini, justru membuat Duta salah paham, bahkan tidak nyaman.
“Ada masalah Kak? Kelihatan badmood gitu?” Tanya Duta santai. Lelaki itu menaikan kaca helmnya.
Sheila memperhatikan Duta, dia memakai baju biasa. Apakah dia tidak sekolah? Tanya Sheila dalam hati. Baru kali ini sheila hampir saja mengeluarkan sifat aslinya. Tidak boleh! Sheila harus terlihat tegar dan ceria di depan siapapun.
“Haha engga kok, ya males aja panas,"
“Jangan ngaco, ini masih pagi, kalau bohong jangan nanggung. Toh dosanya sama aj."
“siapa juga sih yang bohong, lagian kamu gak sekolah emang?” tanya balik Sheila.
“Udah pinter kali, jadi ga perlu sekolah.”
"Orang pinter, gak bakal ngaku pinter,” sindir Sheila.
“Ituu pinter bos.”
“Ish aneh, ouh iya makasih loh ya, buat yang semalem.”
“Iya, ayo naik," kekeh lelaki itu.
Sheila sebenarnya enggan, tapi dia melihat ini sebagai suatu kemajuan. Kemarin dia yang mencari dan mendatangi Duta. Sekarang, tanpa diminta Duta mendatanginya.
Sheila mengangguk, lalu mengambil helm tersebut, dan menaiki motor Duta. Sebenarnya dia sedikit kesusahan untuk memakai helm.
Mereka tidak ada yang bicara. Benar kata orang, kalau paginya badmood sepanjang harinya akan terus begitu. Sheila baru menyadari bahwa ini bukan arah sekolahnya.
"Ini mau kemana? Aku mau sekolah nanti telat.” dengan nada panik.
“Ke rumah saya,” jawab Duta santai.
“Apa?” Sheila kaget bukan main. Pasalnya lima belas menit lagi, gerbangnya akan ditutup. Dia bersekolah di SMA favorit, peraturannya begitu ketat karena negeri.
Duta tidak menjawab, dia hanya memarkirkan motornya ke depan halaman rumah yang bisa di bilang cukup besar.
Duta menarik tangan Sheila, yang baru turun hendak melepaskan helmnya. Dia tidak sadar ingin masuk rumah dengan masih menggunakan helm.
“Mau apa sih?”ucap Sheila sambil menghempaskan tangan Duta.
“Ganti baju,” jawabnya, sembari melepaskan ikatan helm tersebut.
“Emang dari mana? kok baru ganti baju.”
“Bukan urusanmu,” ucap Duta dengan cukup tenang. Dan mendapatkan tatapan tajam dari Sheila.
“Iya terserah, cepetan!” perintah Sheila dengan sangat jengkelnya.
Duta bergegas masuk ke kamar, lalu ganti pakaian. Keluar dengan pakaian yang lebih santai, jaket denim, kaos hitam, celana levis yang robek-robek. Tidak lupa sneaker shoes, jam tangan, dan topi putih. Sempurna.
“Ayo, saya antar kakak ke sekolah,” ucap Duta kepada Sheila yang sedang duduk sambil memperhatikan jamnya.
“Duta? Mamah kira kamu pulang sendiri nak,” mamah Duta memberikan pernyataannya, saat melihat seorang gadis di ruang keluarganya. Sheila segera bangun dari duduknya.
Duta diam, lalu berbicara kepadanya.
“Sheila, ayo pergi!" perintah Duta, mengabaikan ucapan mamahnya. Sheila yang melihat hal itupun tidak enak hati, dia berniat untuk berjalan ke arah mamah duta untuk bersalaman.
“Sheila ayo! Selangkah lagi kamu berjalan, pertemanan kita sampai di sini!” ucap Duta dengan nada yang penuh tekanan dan ancaman.
Sheila memundurkan langkahnya lalu mengikuti langkah Duta, tapi tatapan matanya kepada mamah Duta menunjukan bahwa dia memohon maaf, mamah Duta menyadari hal itu pun mengangguk.
Dengan keadaan yang sedang emosi, Duta mengendarai motornya dengan tetap tenang. Sampailah mereka di sekolahan Sheila. Benar saja dugaannya, bahwa gerbang sekolah telah ditutup.
“Yah telat kan, kamu sih, aku kan udah bilang, sekolah aku tuh ketat peraturannya.” Sheila menggerutu kesal.
“ ketat? Kek baju aja. Yaudah, bolos aja,”
“BOLOS? Gila aja kamu!"
“Lupa saya, kamu kan anak baik-baik, harusnya kamu gak usah berteman dengan saya. Saya bukan anak baik, harusnya kamu-“ Duta hendak melanjutkan bicaranya, tetapi Sheila lebih dulu memotongnya.
“Ok fine, aku bolos,” ucap sheila dengan intonasi yang lumayan tinggi karena tersulut emosi.
Setelah perdebatan tersebut di sinilah mereka saat ini. Markas.
“Jadi kamu ajak aku bolos buat ikut kamu ke tempat ini. Buat apa? Buat liatin kamu main game onlain, iya gitu? Konyol tau gak,” ucap sheila dengan sinis. Lalu menendang kaleng minuman bersoda.
“Yaudah, mari kita buat ini menjadi seru!” ucap Duta sambil menutup pintu markas tersebut dan medekati Sheila.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.