Mereka sedang ada di sebuah kedai kopi kenamaan di kota ini. Hal yang sangat Sheila jarang lakukan. Yaitu nongkrong seperti ini.
Jika saja dia tidak mengiyakan ajakan Saga kala itu, mungkin dirinya tidak duduk berhadapan dengan laki-laki yang selalu dicukur cepak ini. Dan satu hal yang membuatnya beruntung, karena mamahnya mengijinkan. Ini sebuah hal yang sangat jarang dia dapatkan.
"Tempatnya cozy ya Sheil?" Tanya Saga yang melihat Sheila nyaman. Beruntung dia tidak salah ajak Sheila ke sini.
"Iya Kak, nyaman. Mungkin selain luas, tidak terlalu ramai juga, dan yang pasti kopinya mantap hehe."
"Syukur deh, kopinya enak karena kamu minumnya bareng saya."
"Eh kok percaya diri sekali ya kakak. Ini karena yang buatnya bartender yang keren itu," ucap Sheila sambil menunjuk bartender yang sedang meracik kopi.
"Tinggal bilang iya padahal, tapi kamu sepertinya gengsi."
"Aku jujur tau."
"Jujurmu menyakitkan loh."
"Dari pada menyenangkan, tapi penuh kepalsuan."
"Ya Tuhan, perempuan ini menggemaskan sekali."
"Apaan sih Kak."
Saga tersenyum, dia memperhatikan Sheila yang sesekali menyesap kopinya. Saga tidak salah memang, Sheila adalah orang yang menyenangkan.
"Oh iya, ada apa kakak ajak aku ke sini."
"Emang harus ada apa-apa dulu, supaya bisa ajak kamu ke sini?"
"Kok baperan gitu sih Kak, aku kan cuma tanya," ucap Sheila sembari cemberut. Aneh sekali lelaki di hadapannya ini.
"Iya deh Maaf, saya hanya becanda. Saya ingin ajak kamu karena saya ingin lebih dekat saja denganmu."
Deg
Hati perempuan mana yang tidak syok. Saga seperti berkata jika dirinya tertarik kepada Sheila dan ingin lebih dekat. Tunggu. Lebih dekat bagaimana maksudnya. Sheila segera sadar sebelum otaknya bekerja dengan liar. Tolong. Dirinya sedang berusaha untuk melupakan seseorang. Jangan diberi harapan seperti ini.
"Maksud Kakak?"
"Saya ingin kita bukan hanya sekedar partner belajar," Saga menggantungkan ucapannya, dia menikmati wajah Sheila yang terlihat lucu sekali. Sangat serius, namun wajahnya seperti tomat. Ada serabut merah di kulit pipinya yang putih itu.
"Tapi saya ingin kita menjadi teman."
Cukup. Pintu keluar ada di sebelah kanan, dari arah selatan. Tolonglah Sheila dan pikirannya sudah kelewat jauh. Terpaksa harus ditariknya mundur. Tentu saja teman? Apalagi. Mereka baru bertemu beberapa kali, menjadi akrab bukan berarti bisa menjadi sepasang sesuatu. Ah siapapun mengerti maksudnya kan?
"Haha iya, kita temenan. Aku merasa terhormat banget, diajakin temenan sama orang seperti kakak," ucapanya setenang mungkin.
"Kenapa wajahmu sepeti orang yang sedang ditembak untuk dijadikan seorang kekasih."
"Masa iya, enggak kok." Sheila berusaha menepuk-nepuk pipinya agar tidak terlihat seperti yang diucapkan Saga.
"Hey, tenang. Jangan ditepuk-tepuk seperti itu, nanti luka," ucap Saga sembari menahan tangan Sheila agar tidak menepuk pipinya lagi. Dasar lelaki tidak peka. Membuat Sheila semakin salah tingkah saja.
"Hehe iya Kak, tolong lepasin tangannya Kak, aku mau minum." Saga melepaskan tangannya, sesuai permintaan Sheila. Lalu, gadis itu minum sesuai penuturannya tadi. Yang anehnya, justru membuat Saga tertawa dan mengusap dan sedikit mengacak-acak poni Sheila.
"Kenapa?" Tanya wanita itu bingung.
"Yang kamu minum itu, minumanku haha," ucap Saga sembari tertawa. Sheila melotot dan menahan malunya.
Sheila tidak sadar, karena saat ingin meminum matanya memang masih memandang lelaki itu. Jadi dia salah ambil minuman. Pantas saja, rasa kopi yang terakhir diminumnya pahit, seperti percakapan mereka.
Jangan lupa follow+vote+comen yaa
Dengan begitu membuat aku semakin semangat menulisnya.Terima kasih
Salam kenal
Dari aku si pecinta alam, tapi gak kuat nanjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.