Sheila sedang berusaha untuk menenangkan Salsa. Setelah cerita panjang lebar. Sheila mengerti, Di Salsa baru saja putus dengan Duta. Dan laki-laki itu memilih untuk kembali ke Jakarta. Tunggu! Ke Jakarta? Artinya orang yang dia lihat tadi siang benar-benar nyata? Tapi kenapa? Duta tidak mau memperlihatkan diri.
"Kak...," Rengekan itu terdengar nyari di telepon.
"Ah ya, sorry Sal, mamah manggil, kita lanjut lagi nanti ya," ucap Sheila, setelah itu mematikan sambungan panggilannya.
Sheila berjalan maju mundur di depan meja belajarnya, dia merasa ada yang aneh.
Bunga?
Tiba-tiba saja, dia teringat bunga mataharinya yang sudah tidak dia tengok seminggu belakangan ini.
Kembalinya Duta dengan munculnya bunga Matahari, apakah ini artinya Duta lah yang memberikan kado tersebut untuknya. Sheila menepuk kepalanya pelan, dia berkata dengan lirih 'Mana mungkin.'
Sheila membuka jendela kamarnya, dia melihat malam ini, langit begitu gelap, Mungin sebentar lagi akan hujan, karena petir sudah mulai terdengar.
Sheila memutuskan pergi ke dapur, dia membuat kopi untuk menemaninya mengerjakan tugas yang semakin hari semakin menumpuk itu. Terkadang Sheila berpikir untuk membeli tugas yang disediakan temannya. Ya, di kelasnya ada teman yang khusus menjual tugas. Jadi dia tinggal bayar tanpa ketauan dia yang mengerjakan atau bukan. Tapi, itu bukan prinsip hidupnya, lebih tepatnya jika mamahnya sampai tau, habislah riwayatnya.
Sheila kembali ke kamar, dia menutup pintunya, lalu menaruh kopi panas tersebut di meja belajarnya. Hembusan angin yang cukup kencang, membuatnya menjadi tak nyaman. Dia hendak menutup jendela kamar, sebelum ada suara 'Aduh.' terdengar di telinganya.
Seseorang terlihat dari bawah jendela, terlihatlah seseorang memakaikan baju hitam yang belum terlihat wajahnya karena masih menunduk.
"Hantuuu!!!" Teriak Sheila dengan kencang. Hingga terdengar ke ruang tamu, dan membuat sang mamah yang sedang menonton tv, langsung menghampiri kamarnya.
"Sheila, ada apa? Buka pintunya," ucap sang mamah sembari menggedor-gedor pintu kamarnya.
"Ah iya, Mah. Aku baik-baik aja, lagi liat film horor." Alasan itu cukup masuk akal.
"Ya sudah, jangan tidur terlalu larut,"
"Baik Mah."
Sheila membulatkan matanya dengan sempurna. Ternyata sosok yang disebut hantu adalah Duta. Lelaki itu, sedang apa di sini? Tanyanya dalam hati. Toh, dia sudah tidak kaget lagi, karena tadi Salsa sudah bercerita panjang lebar.
"Jangan masuk! Laki-laki dan perempuan yang sudah remaja tidak boleh ada di satu kamar yang sama."
Konyol, bahkan Sheila pernah masuk di kamar Duta yang berlokasi di warnet.
"Hmm, ya sudah aku di sini aja."
"Ada apa kemari?" Tanya Sheila sesantai mungkin.
"Memenuhi janji." Alisnya berkerut, perasaan dia tidak memiliki janji apapun dengan Duta.
"Apa?" Tanyanya yang tidak ingin penasaran terlalu lama.
"Bunga matahari itu, kamu rawat dengan baik. Maka, aku akan datang."
"Aku merawatnya karena suka, bukan karena itu dari kamu."
"Bukan karena penasaran? Siapa pengirim kado tersebut?"
Sheila terdiam. Semakin hari, dia semakin biasa saja. Mendengar nama Duta bukan lagi hal yang sukses membuatnya merenung. Dan melihat Duta ada di hadapannya saat ini, tidak juga membuatnya kesulitan untuk bernafas. Apa ini yang dinamakan, sudah terbiasa?
Rasanya melihat Duta di hadapannya, dengan wajah tanpa dosa, sementara dirinya hampir menangis setiap malam kala itu, menyadarkan dirinya bahwa bodoh itu ketika kamu tau tidak diharapkan tapi masih bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sheila on Duta (SELESAI)
Ficção AdolescenteFollow dulu sebelum baca Gebetan akan selalu kalah dari mantan terindah! Warning! Cerita ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Jadi jangan berani-berani untuk menjiplak.